Hidup Adalah Pilihan

Senin, 14 Februari 2022 – Peringatan Wajib Santo Sirilus

107

Markus 8:11-13

Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari-Nya suatu tanda dari surga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang.

***

Kira-kira mengapa Yesus tidak mau membuat tanda dari surga sebagaimana yang diminta oleh orang Farisi? Bukankah kalau Yesus berhasil mendatangkan tanda itu, mereka akan gentar dan percaya kepada-Nya? Justru di situlah letak alasan Yesus, yakni tentang ketidakpercayaan dan ketidaktulusan orang Farisi terhadap tindakan-Nya.

Meski Yesus sudah hadir dan membuat berbagai macam mukjizat bagi banyak orang, hati orang Farisi dikuasai oleh kecemburuan, sehingga mereka menilai bahwa yang dilakukan Yesus tidaklah benar. Mereka membutakan diri atas karya kasih Yesus dan sengaja menolak tawaran keselamatan yang dibawa-Nya. Berhadapan dengan karakter demikian, Yesus lebih memilih pergi. Kebebalan hati orang Farisi menjadi penyebab utama Yesus meninggalkan mereka.

Dalam hidup ini, keselamatan yang diwartakan Allah merupakan sebuah tawaran yang dapat kita pilih. Karena kita dianugerahi akal budi dan kebebasan batin, menjadi hak kita untuk memilih apa yang diberikan Allah. Ada orang yang dengan senang hati menerima tawaran keselamatan meski harus menjalaninya dalam ketidaknyamanan. Namun, ada juga yang membutakan diri karena lebih memilih nyaman pada kesenangan yang selama ini dialami. Setiap orang berhak menentukan arah hidupnya. Yang menerima tawaran akan mendapatkan terang, sebaliknya yang membutakan diri akan selamanya berada dalam kegelapan.

Sikap membutakan diri itu terkadang menjadi pilihan kita. Terhadap tawaran pertobatan, kita kadang pura-pura lupa, sehingga sakramen sebagai daya keselamatan Allah tidak kita alami. Terhadap berbagai penderitaan sesama, kita memilih pura-pura tidak tahu, sehingga kepedulian sosial tidak tumbuh dalam diri kita.

Bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk menjadi dewasa dalam diskresi dan menentukan pilihan hidup. Kegelapan yang masih kita rasakan selama ini bisa dikalahkan jika kita sungguh memperhatikan suara Tuhan dalam hati nurani kita masing-masing. Syarat untuk bisa merasakan mukjizat dan tanda dari surga adalah membuka hati. Iman tidak butuh berbagai macam teori yang bertele-tele, tetapi hanya butuh kepercayaan penuh pada prakarsa ilahi. Mari kita membenahi diri agar mata hati kita terbuka, sehingga tampaklah kepada kita segala karya Allah yang menyelamatkan.