Tidak Memberi Harapan Palsu

Senin, 4 Juli 2022 – Hari Biasa Pekan XIV

99

Matius 9:18-26

Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: “Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup.” Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Karena katanya dalam hatinya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.

Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: “Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur.” Tetapi mereka menertawakan Dia. Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh daerah itu.

***

Kita pasti akrab dengan istilah “PHP” (Pemberi Harapan Palsu). Seseorang dilabeli “PHP” jika dia kelihatan memberikan harapan atau janji-janji manis, tetapi kemudian lari dari apa yang dijanjikannya itu. Akibatnya, orang yang sudah begitu berharap hanya menerima harapan kosong. Manusia bisa menjadi “PHP” bagi sesamanya, tetapi Tuhan tidak pernah bersikap demikian.

Kisah dua mukjizat dalam bacaan Injil hari ini meyakinkan kita bahwa hanya pada Allah kita bisa berharap. Tuhan tidak akan mengecewakan orang yang berharap pada-Nya. Kendatipun apa yang diharapkan itu mustahil di mata manusia, bagi Tuhan segela sesuatu sangat mungkin untuk dipenuhi.

Yesus sebagai satu-satunya tempat berharap itulah yang mewarnai kedua kisah mukjizat ini. Si kepala rumah ibadat kehilangan anak perempuannya yang meninggal. Di mata manusia, menghidupkan orang mati adalah hal yang mustahil. Namun, orang itu menaruh harapan pada Yesus. Dia yakin Yesus mampu membangkitkan kembali putrinya itu. Ia pun meminta Yesus untuk datang dan menumpangkan tangan-Nya atas anak itu. Terjadilah bahwa anak perempuan itu kemudian hidup kembali.

Si perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan berani menerobos aturan dengan menyentuh jumbai jubah Yesus. Bagi dia, Yesus adalah harapan terakhir untuk kesembuhannya. Harapannya itu terwujud. Pendarahannya berhenti seketika; ia pun menjadi sembuh.

Apakah kita memiliki iman seperti dua orang tersebut? Apakah kita sungguh-sungguh menjadikan Tuhan sebagai harapan kita di saat-saat yang sulit? Ataukah kita masih berpikir bahwa Tuhan itu juga pemberi harapan palsu ketika doa-doa kita tidak dikabulkan? Tuhan bukanlah pemberi harapan palsu. Jika permohonan kita belum dikabulkan, hal itu karena Dia tahu saat dan apa yang tepat bagi kita.