Hati yang Bersih

Selasa, 11 Oktober 2022 – Hari Biasa Pekan XXVIII

80

Lukas 11:37-41

Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”

***

Bacaan Injil hari ini menampilkan ketegangan antara Yesus dan orang Farisi. Yesus bertindak sangat berani di sini, sebab sebagai undangan dalam suatu perjamuan makan, Ia justru mengkritik pihak yang mengundangnya. Di sisi lain, orang Farisi yang mengundang Yesus digambarkan bertindak kurang pantas karena berpikiran negatif dan tidak menghormati tamu yang diundangnya sendiri.

Pangkal sebab permasalahannya adalah: Yesus tidak mencuci tangan sebelum makan. Melihat itu, sang tuan rumah menjadi heran dan memandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik. Bagi kita sekarang, mencuci tangan sebelum makan adalah sesuatu yang sangat dianjurkan, apalagi pada masa pandemi saat ini, di mana tangan yang kotor bisa menjadi sarana penyebaran penyakit. Namun, perlu diketahui, yang dibicarakan di sini bukan masalah kesehatan, melainkan soal keagamaan.

Meskipun tidak ada dalam hukum Taurat, peraturan mencuci tangan sebelum makan ditambahkan oleh orang Farisi sebagai bagian dari tradisi nenek moyang yang wajib ditaati. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kecemaran yang disebabkan oleh sentuhan tangan dengan hal-hal yang najis. Tangan yang najis mesti dibasuh agar makanan halal yang disentuhnya tidak berubah menjadi haram. Demikianlah orang Farisi sangat menekankan pentingnya kebersihan jasmani seseorang secara ritual.

Orang Farisi itu tidak mengatakan apa-apa kepada Yesus, tetapi Yesus yang bisa menyelami isi hati seseorang tahu apa yang dipikirkan olehnya. Ia pun melontarkan kritikan, bukan kepada orang itu saja, melainkan juga kepada orang-orang Farisi lainnya. Yang menjadi perhatian Yesus bukan semata-mata soal mencuci tangan, melainkan terutama mengenai bagaimana hidup keagamaan mesti dijalankan.

Orang Farisi sangat mementingkan hal-hal luar, hal-hal yang tampak oleh mata. Ketaatan pada hukum-hukum agama mereka tekankan, tanpa peduli apakah orang memahami makna hukum itu atau tidak. Orang yang penampilannya saleh mereka puji, tidak peduli yang bersangkutan ternyata memiliki hati yang kotor, jahat, dan penuh tipu daya.

Namun, Yesus punya pandangan yang berbeda. Ia menegaskan, yang harus lebih diperhatikan adalah “bagian dalam”, bukan “bagian luar”. Tangan yang tidak dicuci tidak akan menajiskan, tetapi hati yang kotor karena tidak dicuci, itulah yang menajiskan seseorang. Dengan demikian, untuk apa sibuk mengurusi orang yang tidak membasuh tangan sebelum makan? Lebih baik kita melihat diri kita masing-masing apakah masih suka bergosip, berdusta, berpikiran buruk, serta menyakiti orang lain. Mari kita membersihkan hati, sebab dari hati yang tidak bersih akan lahir perbuatan dan perkataan yang merusak kehidupan bersama.