Misi Yesus Membawa Perpecahan?

Kamis, 20 Oktober 2022 – Hari Biasa Pekan XXIX

127

Lukas 12:49-53

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”

***

Bacaan Injil hari ini barangkali membuat kita bingung. Kita memiliki keyakinan yang mendalam bahwa misi Yesus adalah membawa damai. Namun, keyakinan itu nyatanya ditentang oleh Yesus sendiri. Ia berkata, “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.” Apa maksud pernyataan Yesus tersebut?

Pertama-tama, kita perlu berpijak pada nubuat Simeon. Di Bait Allah, Simeon menyatakan kepada Maria tentang anaknya: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang” (Luk. 2:34-35). Kata-kata dan perbuatan-perbuatan Yesus sejak awal memunculkan tanggapan yang beraneka ragam. Ada yang menerima pesan pewartaan-Nya, tetapi ada pula yang menolak, sehingga terjadilah pertentangan dan perbantahan di bumi.

Selanjutnya, kita berpijak pada lukisan mengenai pertentangan dan perpecahan dalam rumah tangga. Nabi Mikha menggambarkan, “Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (Mi. 7:6). Yang dikatakan oleh Mikha sama dengan bacaan Injil hari ini, tetapi alasannya berbeda. Dalam nubuat Mikha, pertentangan itu terjadi karena orang benar menghilang dari masyarakat (Mi. 7:2), sedangkan dalam Injil Lukas, hal itu terjadi justru karena hadirnya orang benar, yakni Yesus.

Lukisan pertentangan dalam keluarga tersebut dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa sebagai murid Yesus, kita harus siap menghadapi perlawanan yang kadang-kadang datang dari keluarga kita sendiri. Melalui lukisan itu, penginjil Lukas ingin menggarisbawahi gagasan bahwa menjadi murid Yesus bukan tanpa risiko dan bahwa dunia tidak menyambut Kerajaan Allah dengan senang hati. Keputusan untuk melakukan hal yang benar dan yang baik tidak selalu mudah dan bukan tanpa konflik.

Marilah berdoa: “Tuhan, Engkau adalah pusat hidup kami. Kami berterima kasih untuk keluarga kami dan berdoa agar kami tidak menjadi batu sandungan dan sumber perpecahan dalam keluarga. Berilah kami kebijaksanaan untuk mengetahui kapan harus berbicara dan kapan harus diam. Bantulah kami agar mampu membawa damai di tengah keluarga kami, dan agar siap menghadapi berbagai perlawanan karena iman yang datang dari mana pun. Engkaulah Tuhan dan Juru Selamat kami kini dan sepanjang masa. Amin.”