Hari Sabat Harus Membebaskan

Senin, 24 Oktober 2022 – Hari Biasa Pekan XXX

150

Lukas 13:10-17

Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?” Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.

***

Setiap orang yang menderita sakit, baik fisik maupun jiwa, tentu berharap agar segera sembuh atau pulih dari keadaannya, sebab hidup yang sehat, baik jasmani maupun rohani, membawa sukacita dan kebahagiaan. Dalam bacaan Injil hari ini, kita berjumpa dengan seorang perempuan yang sedang sakit. Ia menderita sudah delapan belas tahun akibat kerasukan roh jahat. Tubuhnya sakit sampai bungkuk punggungnya, sehingga ia tidak dapat berdiri dengan tegak. Penderitaan fisik yang hebat itu tentu memengaruhi batin dan pikiran perempuan tersebut. Mungkin saja ia merasa putus asa dengan keadaannya, tetapi mungkin juga ia tetap sabar dalam pengharapan bahwa keadaannya bisa pulih kembali.

Yesus saat itu sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat orang Yahudi pada hari Sabat. Ketika melihat perempuan itu, Ia berkata, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Ia lalu meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu. Seketika itu juga berdirilah perempuan itu dan memuliakan Allah. Sabda dan tindakan Yesus sungguh berdaya ilahi, sehingga dapat mengubah keadaan perempuan yang sudah lama menderita sakit. Kepala rumah ibadat yang menyaksikan mukjizat ini tidak berani menegur Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Ia lebih memilih melarang orang banyak agar tidak membawa orang sakit ke rumah ibadat pada hari Sabat.

Yesus segera menegur keras kemunafikan kepala rumah ibadat, dan membuka hati serta pikiran orang-orang yang ada di situ. Ia berkata, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?” Kepala rumah ibadat tidak mampu membaca tanda hadirnya Kerajaan Allah di tengah mereka, teristimewa dalam diri perempuan yang telah disembuhkan Yesus. Lagi pula, hari Sabat bukan untuk membelenggu manusia, melainkan untuk membebaskan dan menyelamatkan. Yesus datang bukan meniadakan hari Sabat, melainkan untuk menyempurnakannya.

Kita hidup dalam dunia yang sudah sangat maju dalam segala aspek kehidupan manusia, termasuk aspek kesehatan. Sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan semakin canggih, tenaga kesehatan pun semakin profesional. Namun, penderitaan dan penyakit tetap tidak terhapuskan dari kehidupan manusia. Manusia tetap menderita dan sakit. Kita pun kerap kali menderita akibat penyakit, baik jasmani maupun rohani. Saat menderita dan sakit, baiklah kita tidak putus asa, tetapi selalu berdoa dan berharap kepada Allah. Kita percaya Tuhan hadir menyembuhkan dan menyelamatkan diri kita seutuhnya.