Katolik, untuk Segala Bangsa

Sabtu, 12 November 2022 – Peringatan Wajib Santo Yosafat

71

Lukas 18:1-8

Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”

***

Santo Yosafat adalah seorang uskup dan martir (1580-1623). Ia berasal dari Ukraina, lahir dari keluarga Ortodoks dan beralih ke Gereja Katolik. Ia berkarya dengan giat melalui khotbah untuk mengajarkan orang-orang Kristen pada kesatuan dengan Gereja katolik Roma. Usahanya ini berbuah kemartiran. Karena itu, melalui peringatan hari ini, kita ditantang untuk menjalin dialog di antara saudara yang terpisah, sembari menghargai perbedaan ritus dan tradisi yang ada.

Sering saya menerima pertanyaan: Apa itu katolik? Sifat katolik telah ada sejak Gereja perdana. Identitas pertama sebagai orang yang percaya kepada Kristus adalah Kristen. Itu terjadi di Antiokhia. Di kota itulah untuk pertama kalinya murid-murid Yesus disebut Kristen (Kis. 11:26). Serentak bersamaan dengan itu, kekristenan yang bertumbuh memiliki sifat katolik yang artinya universal, umum, untuk segala bangsa. Berbeda dengan agama Yahudi yang hanya untuk orang Yahudi, kekristenan meliputi orang-orang dari segala bangsa. Paulus sendiri sejak semula menyadari bahwa ia dipilih Kristus untuk menjadi rasul bagi semua bangsa (Rm. 1:5). Yesus sendiri juga menegaskan bahwa Injil harus diberitakan kepada semua bangsa (Mrk. 13:10). Itulah sebabnya dari semula, jemaat Kristen terdiri dari semua orang dari segala bangsa.

Salah satu dokumen kontemporer yang menguraikan semangat universalitas adalah dokumen kepausan tentang pluralisme yang meliputi 31 dokumen. Salah satu tema yang dibahas dalam beberapa dokumen itu adalah mengenai pluralisme kultural, etnis, dan religius. Semua itu untuk mendorong pemahaman kita agar tidak terjebak dalam fanatisme sempit. Mengingat Gereja Katolik tersebar di seluruh penjuru bumi, kita perlu memandang dengan bijaksana dalam kacamata universalitas yang mengatasi segala sekat.

Saya bersyukur berkesempatan mengikuti audiensi bersama Paus Fransiskus di Vatikan pada tanggal 21 September 2022. Dalam kesempatan tersebut, saya sungguh bangga menjadi bagian dari Gereja Katolik, sebab saat itu hadir umat katolik dari segala penjuru dunia yang disapa dengan bahasa masing-masing. Seluruh umat yang berjumlah puluhan ribu itu hadir dengan rasa cinta dan hormat pada takhta Santo Petrus dan Paus Fransiskus sebagai penggantinya saat ini. Hal seperti ini rasa-rasanya tidak dijumpai dalam komunitas lain mana pun. Satu yang membuat saya merasa seperti hadir bukan di tempat asing adalah petugas penerima tamu yang menyambut kami dengan mengatakan, “Welcome home!”