Waspada terhadap Kebencian

Jumat, 4 April 2025 – Hari Biasa Pekan IV Prapaskah

80

Yohanes 7:1-2, 10, 25-30

Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun.

Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Ia pun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam.

Beberapa orang Yerusalem berkata: “Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Dan lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kita benar-benar sudah tahu, bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya, tetapi bilamana Kristus datang, tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asal-Nya.” Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru: “Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku.”

Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.

***

Orang Farisi berusaha menangkap Yesus dan membunuh-Nya. Awalnya, mereka sangat tersinggung dengan perkataan Yesus. Perasaan itu kemudian berubah menjadi kebencian. Akhirnya, timbul rencana jahat di antara mereka, padahal lewat perkataan dan perbuatan-Nya, Yesus sedang menyatakan kehendak Bapa.

Yang terjadi pada orang-orang Farisi itu menggambarkan bagaimana kejahatan dan dosa bertumbuh di dalam hati manusia. Apabila kebencian menguasai seseorang, orang itu akan melakukan apa pun untuk mengungkapkan kebenciannya. Beberapa waktu yang lalu, kita mendengar berita tentang seorang anak yang membunuh orang tuanya karena sering ditegur. Banyak netizen yang mempertanyakan tindakan anak itu. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Kedua pengalaman tersebut mengingatkan kita untuk selalu wawas diri. Supaya kita tidak dikuasai oleh kebencian, kita perlu membangun kebiasaan berefleksi. Di dalam refleksi, kita mengolah kembali perasaan-perasaan kita dan berpikir lebih jernih, sehingga kita bisa bersikap lebih bijak. Selain itu, kita perlu juga membangun sikap tobat. Apabila kita memang bersalah, kita perlu mengakuinya dan meminta absolusi. Tuhan memberkati.