Yang Terpenting Adalah Pertobatan

Minggu, 6 April 2025 – Hari Minggu Prapaskah V

80

Yohanes 8:1-11

Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

***

Seorang perempuan yang kedapatan berzina dibawa kepada Yesus. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan penuh semangat melakukan itu bukan demi tegaknya keadilan, melainkan untuk mencelakakan orang. Selain si perempuan, yang mau mereka celakakan adalah Yesus sendiri. Sebuah perangkap dipasang bagi-Nya: Menolak hukuman rajam bagi si pezina berarti melanggar hukum Taurat, sementara menyetujuinya berarti melawan hukum Romawi yang melarang orang Yahudi menjalankan hukuman mati.

Namun, tidak semudah itu menjatuhkan Yesus. Setelah membungkuk dan menulis-nulis di tanah, Yesus mempersilakan siapa saja yang merasa diri tidak berdosa untuk menjadi pelempar batu yang pertama. Mendengar itu, pergilah mereka satu per satu. Sebelumnya, saat beramai-ramai menyeret perempuan itu dan mengusulkan hukuman mati baginya, mereka lupa bahwa mereka sendiri adalah orang berdosa. Perkataan Yesus menelanjangi kemunafikan mereka. Maksud hati menjebak Dia, orang-orang itu malah pulang dengan rasa malu.

Zina itu dosa. Pengampunan Yesus tidak boleh dibaca sebagai izin untuk berbuat dosa. Akan tetapi, bagi Yesus, yang terpenting bukanlah hukuman, melainkan pertobatan, sebagaimana tampak dalam pesan-Nya kepada perempuan itu agar jangan berbuat dosa lagi. Dengan itu, Yesus mau memperkenalkan Bapa sebagai Allah yang berbelaskasihan. Bapa tidak hendak menghukum orang berdosa dengan kematian, tetapi memberi mereka kesempatan untuk bertobat.