Teguran yang Halus dan Teguran yang Keras

Selasa, 31 Juli 2018 – Peringatan Wajib Santo Ignasius dari Loyola

399

Yeremia 14:17-22

Katakanlah perkataan ini kepada mereka: “Air mataku bercucuran siang dan malam dengan tidak berhenti-henti, sebab anak dara, puteri bangsaku, dilukai dengan luka parah, luka yang sama sekali tidak tersembuhkan. Apabila aku keluar ke padang, di sana ada orang-orang yang mati terbunuh oleh pedang! Apabila aku masuk ke dalam kota, di sana ada orang-orang sakit kelaparan! Bahkan, baik nabi maupun imam menjelajah negeri yang tidak dikenalnya.”

Telah Kautolakkah Yehuda sama sekali? Telah merasa muakkah Engkau terhadap Sion? Mengapakah kami Kaupukul sedemikian, hingga tidak ada kesembuhan lagi bagi kami? Kami mengharapkan damai sejahtera, tetapi tidak datang sesuatu yang baik; mengharapkan waktu kesembuhan, tetapi hanya ada kengerian! Ya TUHAN, kami mengetahui kefasikan kami dan kesalahan nenek moyang kami; sungguh, kami telah berdosa kepada-Mu. Janganlah Engkau menampik kami, oleh karena nama-Mu, dan janganlah Engkau menghinakan takhta kemuliaan-Mu! Ingatlah perjanjian-Mu dengan kami, janganlah membatalkannya! Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?

***

Pada masa postulan, kami pernah ditegur secara halus dan tidak langsung oleh pater magister. Saat itu, kami asyik berbincang-bincang dan main gitar pada waktu di mana kami seharusnya melakukan kerja tangan. Untuk menegur, pater magister tidak berkata apa-apa, tetapi langsung melakukan pekerjaan di hadapan kami semua. Pengalaman itu sangat membekas di hati saya.

Akan tetapi, teguran semacam itu tidak selalu efektif. Ketika saya melakukan hal yang sama, yakni ketika saya menjadi magister para frater di Thailand, tanggapan yang muncul dari mereka ternyata sangat berbeda. Mereka tidak segera meninggalkan aktivitas mereka dan malah berkomentar, “Wah, magister kita rajin sekali ya.”

Ketika teguran dengan teladan ternyata tidak efektif, tentunya kemudian dipikirkan teguran dalam bentuk lain, yaitu kata-kata keras yang langsung ditujukan kepada orang-orang yang menyimpang. Memang dalam kenyataan hidup sehari-hari, tidak semua teguran – apa pun bentuknya – bisa dipahami dengan baik, apalagi diterima dan dilaksanakan, oleh pihak yang ditegur.

Dalam bacaan pertama hari ini, umat Israel sepertinya tidak terlalu peduli dengan teguran Nabi Yeremia, padahal mereka sudah diberi tahu tentang risiko yang harus ditanggung apabila tidak setia kepada Allah. Meskipun demikian, Yeremia pantang menyerah. Ia memandang umat Israel dengan penuh kasih. Ia memahami dengan baik situasi memilukan yang akan dihadapi Israel sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan mereka sendiri. Karena itu, Yeremia berdoa kepada Tuhan. Ia memohon agar Tuhan mengingat perjanjian yang terjalin antara diri-Nya dan umat Israel. Yeremia dengan ini mempercayakan nasib Israel kepada Tuhan. Meskipun dosa mereka begitu besar, ia percaya bahwa Tuhan akan tetap mengutamakan belas kasih-Nya.