Nebukadnezar: Raja Asyur atau Raja Babel? (5)

“Pada tahun kedua belas pemerintahan Nebukadnezar, yang menjadi raja orang Asyur di Niniwe, kota yang besar, Arfaksad menjadi raja atas orang Media di Ekbatana” (Ydt. 1:1)

306

Kembali ke kitab Yudit, menurut suatu pendapat, kitab Yudit disusun sebagai bentuk perayaan kemenangan atas kekuatan asing. Bercermin pada Yudit, orang Yahudi didorong untuk setia pada tradisi dan untuk semakin mencintai hukum Taurat. Dengan membaca kitab Yudit, semangat keagamaan dan kebangsaan mereka diharapkan terus berkobar, sebab sudah terbukti bahwa iman yang kuat akan membuat umat Tuhan sanggup mengalahkan musuh-musuh mereka.[1]

Karena dalam kitab Yudit dapat dijumpai sejumlah tokoh, istilah, dan gagasan yang berhubungan dengan periode pemerintahan kerajaan Persia di Yudea (539-332 SM), periode pemerintahan kerajaan Yunani (332-165 SM), dan periode kemerdekaan Yudea pada masa pemerintahan para Makabe (atau dinasti Hasmoni, 165-63 SM), Lawrence Wills berpendapat bahwa kitab ini ditulis sekitar tahun 100 SM.[2] Identitas penyusun kitab tidak diketahui, tetapi ia diperkirakan tinggal di Palestina dan menyusun kitab ini di situ. Kitab Yudit mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani. Sayangnya, teks-teks tertua dalam bahasa Ibrani sudah tidak tersedia lagi. Kitab Yudit yang ada pada kita sekarang diterjemahkan dari teks Yunani (Septuaginta/LXX).

(Bersambung)

[1] Ada banyak pendapat mengenai tujuan penyusunan kitab Yudit. Lih. Moore, Judith, 76-78.

[2] Wills, “The Book of Judith,” 1076-1079. Sejalan dengan itu, Moore berpendapat bahwa kitab Yudit disusun pada masa pemerintahan dinasti Hasmoni, kemungkinan menjelang akhir pemerintahan Yohanes Hirkanus I (135-104 SM) atau bisa juga pada awal pemerintahan Aleksander Yanus (103-78 SM). Lih. Moore, Judith, 67.