Tetaplah Berbuat Baik

Rabu, 23 Januari 2019 – Hari Biasa Pekan II

200

Markus 3:1-6

Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: “Mari, berdirilah di tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.

***

Salah satu kata yang sering kita jumpai di media dewasa ini adalah kata “nyinyir.” Dalam kamus bahasa Indonesia, “nyinyir” berarti banyak bicara, banyak mulut, cerewet, merepek. Namun, memperhatikan pemakaian kata “nyinyir” di media, saya melihat bahwa kata ini bukan hanya berarti banyak bicara atau cerewet. Kata ini ditempatkan pada sikap orang yang suka mengomentari atau mencari-cari kesalahan orang lain.

Injil hari ini mengisahkan kembali pertentangan antara Yesus dan para pemimpin Yahudi tentang hari Sabat. Yesus kembali menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Disebutkan dalam Injil bahwa para pemimpin Yahudi “mengamat-ngamati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang-orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia.”

Dalam pandangan para pemimpin agama Yahudi, Yesus adalah saingan. Banyak orang tertarik kepada Yesus karena ajaran-Nya dan berbagai mukjizat yang dibuat-Nya. Tentu hal ini menjadi ancaman bagi otoritas mereka. Karena itu, mereka mencari-cari celah untuk menjatuhkan-Nya.

Kita bisa menggambarkan para pemimpin agama Yahudi di sini sebagai contoh orang yang sibuk mencari kesalahan orang. Mereka seolah-olah bersikap kritis, tetapi sebenarnya hanya ingin mencela. Bagi orang yang bersikap demikian, perbuatan baik apa pun akan dinilai negatif. Apakah kita akan berhenti dengan cap atau label negatif yang mereka berikan? Sebagai orang beriman, jawabannya adalah tidak! Tentang hal ini, Santa Teresa dari Kalkuta pernah berkata, “Berikanlah yang terbaik dari apa yang engkau miliki dan itu mungkin tidak akan pernah cukup. Tetapi tetaplah berikan yang terbaik. Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan atas perbuatan baik yang engkau lakukan. Percayalah, mata Tuhan tertuju pada orang-orang yang jujur dan Dia melihat ketulusan hatimu.”

Yesus tetap berbuat baik walau perbuatan-Nya itu sering dinilai negatif oleh orang-orang yang memusuhi-Nya. Hal ini menginspirasi kita untuk tetap melakukan kebaikan dengan tulus hati. Seperti Yesus yang selalu dicari-cari kesalahan-Nya oleh para musuh-Nya, demikianlah perbuatan baik yang kita lakukan tidak jarang tidak diterima atau bahkan dinilai buruk. Kalau mengalami hal yang demikian, seperti Yesus yang terus berbuat baik, marilah kita juga tidak berhenti untuk berbuat baik.