Persahabatan, Bukan Perseteruan

Jumat, 24 Mei 2019 – Hari Biasa Pekan V Paskah

172

Yohanes 15:12-17

“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”

***

Mengapa penyusun Injil Yohanes sering sekali mengingatkan dan mengatakan kepada para pembacanya untuk saling mengasihi? Salah satunya karena bisa dipastikan bahwa jemaat yang dihadapinya adalah jemaat yang mengalami banyak perseteruan. Di kalangan mereka terjadi banyak ketegangan dan perselisihan dalam kehidupan bersama. Tidaklah mungkin pesan untuk saling mengasihi disampaikan berulang kali jika dalam kenyataannya semua berjalan damai-damai saja.

Jemaat yang dibidik oleh penyusun Injil Yohanes adalah jemaat yang sedang dalam perjuangan untuk menggapai kehidupan yang rukun dan saling mengasihi. Mereka mendambakan persahabatan dalam kehidupan bersama, bukan permusuhan. Mereka dengan sungguh-sungguh mencoba menempatkan orang lain dalam posisi yang sejajar. Jangan sampai sesama dianggap lebih rendah atau malah dilihat sebagai budak atau hamba.

Bagaimana dengan kita? Mari kita tilik hati kita masing-masing, apakah kita sudah sungguh-sungguh menempatkan orang lain sebagai sahabat kita? Ataukah sebaliknya, kita begitu mudah membeda-bedakan orang lain, menilai orang dari tampilan luarnya saja, sehingga kita jatuh pada kecenderungan untuk merendahkan dan melecehkan sesama?

Jika yang terjadi adalah yang disebut terakhir, sudah bisa dipastikan bahwa kita tidak akan pernah rela berkorban untuknya. Sebaliknya, kita malah gemar mengorbankan orang lain untuk kepentingan pribadi. Saudara-saudari yang terkasih, mari kita bertobat. Tugas kita yang utama adalah menempatkan semua orang dalam lubuk hati kita yang terdalam sebagai sabahat, bukan sebagai hamba.