Mengusahakan Keselamatan

Minggu, 25 Agustus 2019 – Hari Minggu Biasa XXI

358

Lukas 13:22-30

Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.

Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang. Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir.”

***

“Dia cari selamat sendiri,” ungkapan tersebut biasanya dipakai untuk mengomentari pribadi yang hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Ia tidak peduli dengan situasi orang lain, bahkan melalaikan dan acuh tak acuh terhadap masyarakat di sekitarnya. Arti “selamat” di sini kiranya lebih pada sikap egois.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “selamat” berarti terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana; tidak kurang suatu apa pun; tidak mendapat gangguan; dan tercapainya apa yang diharapkan. Oleh karena itulah keselamatan dicari banyak orang dengan berbagai cara. Para pelajar, misalnya, berusaha untuk belajar dengan giat agar selamat dalam ujian. Mereka belajar dengan macam-macam metode, menahan diri untuk sementara waktu tidak membuka telepon genggam dan menonton acara televisi. Semua perhatian dipusatkan pada satu tujuan, yakni agar selamat dari ancaman ketidaklulusan.

“Selamat” juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mendatangkan keuntungan, salah satunya kalau orang bisa menduduki jabatan tertentu. Namun, tidak semua orang mencari jabatan demi mendapatkan keuntungan. Ada juga yang sungguh bermotivasi murni untuk menyelamatkan orang lain.

“Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” tanya seseorang kepada Yesus. Pertanyaan itu didasari oleh pemahaman bahwa tidak semua orang akan diselamatkan, hanya sebagian saja yang akan mengalaminya. Apa jawaban Yesus atas pertanyaan tersebut?

Jawaban Yesus menegaskan bahwa keselamatan bukanlah perkara mudah. Keselamatan harus terus diusahakan dan diperjuangkan. Apakah itu karena Allah? Apakah Allah membuat keselamatan menjadi sulit untuk dicapai? Tentunya tidak demikian. Allah tidak pernah mempersulit hidup kita. Buktinya, Ia mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan manusia. Yesus menyelamatkan kita semua melalui jalan penderitaan, wafat, dan kebangkitan. Ia melakukan itu terdorong oleh ketaatan-Nya terhadap kehendak Bapa.

Apakah sulit bagi kita untuk melaksanakan kehendak Bapa? Hal ini sangat tergantung pada diri kita sendiri. Allah telah membuka pintu-Nya lewat Yesus, sang Juru Selamat. Kita diundang untuk mengikuti cara hidup Yesus, yakni dengan mengasihi Allah dan sesama. Jalan ini sempit dan sesak, sebab memerangi keegoisan diri dan peduli terhadap orang lain memang bukan perkara mudah untuk dilakukan.

Marilah kita menciptakan dan mengusahakan pintu keselamatan bagi kita dan sesama demi tercapainya keselamatan kekal. Ini harus diusahakan mulai sekarang, dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Keselamatan pada hakikatnya adalah anugerah, tetapi kita dipanggil untuk memperjuangkan dan mengusahakannya.