Menjadi Terang

Jumat, 28 Agustus 2020 – Peringatan Wajib Santo Augustinus

116

Matius 25:1-13

“Pada waktu itu hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”

***

Dalam suatu pertandingan, penonton dan komentator sering kali berbicara seolah-olah mereka lebih pandai dari para pemain. Jika seorang pemain melakukan kesalahan, dengan segera orang-orang itu mencemooh dan mengejek dirinya. Begitu mudah orang mencemooh dan mengomentari masalah yang sebenarnya ia sendiri kurang atau bahkan tidak paham sama sekali.

Bacaan pertama hari ini (1Kor. 1:17-25) menyinggung tanggapan sejumlah orang ketika mendengar berita tentang Yesus yang disalib. Karena ketidakmengertian mereka, pemberitaan tentang salib dianggap sebagai sebuah kebodohan. Itulah yang dimaksud sebagai “hikmat manusia.”

Bagi orang yang tidak mengimani Kristus, salib adalah simbol kelemahan, kejahatan, atau malah menjadi batu sandungan. Namun, bagi orang yang percaya, salib adalah lambang kemenangan. Kemenangan Kristus di salib adalah kekuatan yang menghadirkan keselamatan bagi manusia. Dengan demikian, berita salib bukanlah kebodohan, melainkan hikmat yang paling agung. Dengan kacamata iman, orang akan mencapai hikmat yang agung ini. Kita percaya bahwa di dalam peristiwa salib terdapat hikmat dan kuasa Allah sendiri. Melalui iman, kita menemukan kasih Allah yang begitu besar bagi dunia ini.

Sementara itu, dalam bacaan Injil, dengan perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh, Yesus mengingatkan kita akan sikap bijaksana dalam hidup. Kita masing-masing diberi bekal berupa kebaikan, bakat, dan berbagai kemampuan lainnya. Pelita yang bernyala adalah simbol terang dalam hati kita. Oleh karena itu, mari kita gunakan bekal-bekal yang dianugerakan Tuhan untuk memberikan terang bagi orang lain. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang bijaksana dalam hidup ini.