Kebahagiaan Ada di dalam Hati

Rabu, 9 September 2020 – Hari Biasa Pekan XXIII

188

Lukas 6:20-26

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”

***

Kebahagiaan adalah tujuan yang didamba dan diharapkan oleh setiap orang dalam kehidupan di dunia ini. Apa itu kebahagiaan? Kebahagiaan sering kali diidentikkan dengan seberapa banyak materi yang dipunyai seseorang. Kebahagiaan juga sering kali diukur dari apa yang tampak oleh mata manusia. Yang mempunyai mobil dipandang lebih bahagia daripada yang mempunyai sepeda motor; yang mempunyai rumah mewah dipandang lebih bahagia daripada yang memiliki rumah sederhana. Menariknya lagi, kebahagiaan sering kali dipandang berada di luar sana, bukan di dalam hati seseorang. Itu sebabnya muncul istilah: “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri.”

Bacaan Injil hari ini menunjukkan bahwa Yesus tahu persis apa yang menjadi dambaan dan harapan orang-orang yang dijumpai-Nya. Namun, dengan khotbah-Nya ini, Yesus mengajak mereka semua untuk mengubah paradigma atau cara pandang mereka mengenai kebahagiaan. Kebahagiaan tidak identik dengan hidup yang glamor, dengan tersedianya fasilitas ini dan itu. Situasi sulit dan penuh perjuangan tidak berarti jauh dari kebahagiaan. Kebahagiaan tidak berada jauh di sana, tetapi di sini, yakni di dalam batin setiap orang ketika mereka mampu bersyukur dan menemukan kasih penyertaan Tuhan dalam kehidupan.

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin … Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar … Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis…” Mungkinkah sabda-sabda ini terwujud dalam kehidupan nyata? Ya, yakni ketika batin kita mampu menemukan Tuhan, sehingga kita mampu bersyukur dalam setiap peristiwa kehidupan kita. Keadaan yang sulit, situasi yang tidak menguntungkan, bahkan tragedi yang berat, bukan penghalang bagi kita untuk bahagia. Bahagia itu letaknya bukan di sana, di dalam diri orang-orang lain yang kita nilai lebih dari kita, bukan juga pada banyaknya materi yang kita miliki, tetapi di sini, di dalam diri kita sendiri, yakni ketika kita menyadari dan mensyukuri betapa besar kasih Tuhan kepada kita.

Saudara-saudari yang terkasih, situasi kehidupan kita selalu berubah-ubah. Semoga kita mampu melampaui apa yang tampak oleh mata, menemukan kasih dan penyertaan Tuhan dalam segala situasi, sehingga mampu untuk mensyukuri setiap keadaan dalam kehidupan kita. Sekali lagi, kebahagiaan bukan di sana, tetapi di sini, di dalam hati kita sendiri! Sudahkah kita bersyukur untuk kebahagiaan kita hari ini?