Allah Bermurah Hati kepada Siapa Saja

Minggu, 20 September 2020 – Hari Minggu Biasa XXV

177

Matius 20:1-16a

“Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

***

Agar tidak terjadi salah paham, perumpamaan yang kita dengar hari ini perlu ditafsirkan dengan memperhatikan konteksnya. Petrus sebelumnya mempertanyakan apa yang akan mereka peroleh karena mereka telah meninggalkan semuanya demi mengikut Yesus (Mat. 19:27). Menjawab pertanyaan itu, Yesus pun menjanjikan kepada murid-murid-Nya kemuliaan dan hidup kekal (Mat. 19:28-29). Agar karunia yang luar biasa itu tidak membuat mereka besar kepala, Yesus lalu mengisahkan perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Tema perumpamaan ini adalah: “Yang pertama akan menjadi yang terakhir; yang terakhir akan menjadi yang pertama.”

Para pekerja yang sudah bekerja sejak pagi merasa kecewa terhadap pemilik kebun anggur. Mengingat jam kerja mereka yang jauh lebih banyak daripada pekerja-pekerja yang datang belakangan, tidak adil kalau mereka sama-sama dibayar satu dinar. Begitulah pendapat mereka. Dituduh melakukan ketidakadilan, tuan yang empunya kebun anggur membantah. Tadi pagi kedua belah pihak telah sepakat dengan upah satu dinar sehari. Sekarang ia membayar mereka sejumlah itu. Bagaimana bisa ia dikatakan tidak adil? Sumber ketidakpuasan para pekerja itu kiranya karena mereka iri hati melihat ia bermurah hati kepada orang lain. Tentu saja ia tahu bahwa pekerja yang datang terakhir mestinya mendapat upah yang jauh lebih kecil. Namun, karena ia murah hati, diberinya mereka satu dinar juga. Apakah tindakannya itu salah?

Dengan perumpamaan ini, Yesus ingin menggambarkan bahwa sebagaimana si pemilik kebun anggur memperlakukan pekerja-pekerjanya, demikianlah Allah memperlakukan orang-orang yang Ia panggil untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya.Kerajaan Surga terbuka bagi semua orang dari berbagai bangsa, dari berbagai masa. Itu sebabnya dalam perumpamaan ini si tuan digambarkan masih juga mencari pekerja meski jam kerja hampir habis. Dengannya Yesus mau mengatakan bahwa Allah senantiasa terbuka menyambut kedatangan orang-orang yang ingin masuk ke dalam Kerajaan-Nya, bahkan seandainya mereka datang pada saat-saat terakhir. Datang terlebih dahulu atau belakangan bagi Allah tidak masalah, sebab kasih-Nya terhadap setiap insan tetap melimpah ruah.

Perumpamaan ini mengkritik pihak-pihak yang merasa lebih dari yang lain di hadapan Allah, sehingga minta diistimewakan. Yang disindir di sini adalah orang-orang yang merasa diri paling saleh. Menganggap diri mereka umat Allah, orang-orang ini berpikir bahwa yang boleh menikmati berkat Allah hanya mereka saja. “Bermurahhatilah kepada kami saja, ya Allah, jangan kepada orang-orang lain,” demikian kurang lebih bunyi doa-doa mereka. Memangnya Allah bisa diatur-atur begitu?

Yesus menyatakan bahwa Allah memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang. Ia juga melimpahkan berkat yang melimpah tanpa pandang bulu. Selanjutnya tergantung kepada diri kita sendiri, apakah mau membuka diri untuk menerima berkat itu atau tidak. Bagi murid-murid Yesus, perumpamaan ini menjadi peringatan khusus: Di hadapan Allah, kedudukan mereka sama saja. Berlomba-lomba berebut kekuasaan sungguh tidak berguna.