Melaksanakan Tugas Pengutusan

Jumat, 23 April 2021 – Hari Biasa Pekan III Paskah

113

Yohanes 6:52-59

Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”

Semuanya ini dikatakan Yesus di Kapernaum ketika Ia mengajar di rumah ibadat.

***

Ajaran Yesus tentang makan daging-Nya dan minum darah-Nya menjadi bukti betapa Yesus ingin agar kita semua mengalami kesatuan dengan-Nya. Ajaran ini demikian dekat dengan kita, sebab kita biasa menggunakan tubuh dan darah untuk mengidentifikasi seseorang sebagai saudara kandung kita. Seorang anak dikatakan anak kandung jika memiliki hubungan darah dengan orang tuanya. Darah menjadi lambang persaudaraan secara kandung atau lahiriah. Karena itu, yang dikatakan Yesus ini hendaknya membuat kita tergerak untuk mendekat kepada-Nya. Dengan menyantap tubuh dan darah-Nya, kita dipandang sebagai saudara kandung Yesus.

Melalui baptisan dan dengan menyambut sakramen-sakramen, kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Lebih lagi kalau kita menyantap tubuh dan darah Kristus. Inilah jaminan bahwa kita akan menikmati keselamatan kekal. Keselamatan kekal memang mengacu pada keabadian surgawi setelah kita meninggalkan dunia ini. Namun, tanda dan jalan menuju ke sana dimulai sejak kita masih hidup di dunia. Karakter orang yang sungguh-sungguh menyantap tubuh dan darah Kristus adalah setia dalam iman, berpengharapan, dan memiliki budaya kasih. Hidup orang itu di dunia menjadi ladang pelaksanaan kehendak dan perintah Tuhan. Yesus sudah memberi kita teladan akan hal itu. Ia tekun menaati kehendak Bapa dengan mengorbankan dan memberikan diri-Nya di dunia.

Keteladanan Yesus itu semoga dapat kita ikuti. Efektivitas tubuh dan darah Kristus dalam diri kita terletak pada kemauan kita untuk menjadi pewarta kabar gembira dan pelaku kebaikan. Yesus berkenan menerima siapa pun menjadi saudara-Nya. Kita pun harus melakukan hal yang sama terhadap orang lain agar semakin suburlah keindahan, kedamaian, dan kesejahteraan bersama. Mari kita menyadari bahwa dengan menyantap tubuh dan darah Kristus, kita diutus untuk mewartakan cinta kasih kepada semua orang. Tugas pengutusan itu menjadi tanda bahwa kita harus meneruskan karya Allah dalam kehidupan kita masing-masing.