Murid yang Dikasihi

Sabtu, 22 Mei 2021 – Hari Biasa Pekan VII Paskah

143

Yohanes 21:20-25

Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?” Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” Jawab Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.” Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.”

Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.

Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

***

Bacaan Injil hari ini memunculkan istilah “murid yang dikasihi”. Apakah dengan ini mau dikatakan bahwa Yesus membeda-bedakan kasih-Nya terhadap para murid? Tentu tidak. Istilah ini sesungguhnya hendak menyatakan bahwa untuk menjadi murid yang dikasihi Yesus, orang harus selalu setia mengikuti-Nya dan memilih tinggal dalam Dia.

Karena itu, mari kita renungkan: Apakah kita sudah termasuk dalam kategori murid yang dikasihi Tuhan? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari sejenak kita lihat lagi perjalanan hidup kita selama ini. Apakah kita selalu setia mengikuti Tuhan dengan bertahan pada kebaikan dan kebenaran? Jangan-jangan selama ini kita malah merasa nyaman dengan tipu muslihat dunia yang menjanjikan kebahagiaan semu, atau jangan-jangan selama ini kita tumbuh menjadi pribadi yang egois. Refleksi selanjutnya adalah: Apakah kita sudah memilih tinggal dalam Dia? Alih-alih kekayaan atau kemampuan-kemampuan manusiawi, sudahkah kita menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat kita bersandar?

Sebelum menjadi orang yang dikasihi Tuhan, pertama-tama kita harus yakin dahulu akan kasih Tuhan kepada kita. Keyakinan ini lahir dari pengalaman iman bagaimana Tuhan sendiri telah memilih dan memanggil kita untuk menjadi murid-Nya. Yang Tuhan butuhkan dari kita adalah kerendahan hati untuk selalu siap dicurahi dengan kasih-Nya. Ini dapat kita wujudkan hanya kalau kita bertekun dalam doa, merenungkan sabda-sabda-Nya, menyambut tubuh dan darah-Nya, menjalin relasi yang baik dengan semua orang, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang benar dan adil. Jika kita sungguh mau berjuang bersama Tuhan dan hidup dalam kasih-Nya, menjadi murid yang dikasihi bukan lagi sebatas perasaan, tetapi sungguh sesuatu yang benar-benar nyata.