Kisah Dua Calon Murid Yesus

Senin, 28 Juni 2021 – Peringatan Wajib Santo Ireneus

167

Matius 8:18-22

Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

***

Kisah ini terjadi di Kapernaum, sebuah dusun kecil di tepi Danau Genesaret. Yesus baru saja menyembuhkan hamba seorang perwira, ibu mertua Petrus, dan banyak sekali orang sakit. Popularitas-Nya sebagai guru dan penyembuh pelbagai penyakit semakin tinggi. Tidak heran, banyak orang ingin menjadi pengikut-Nya. Dalam adegan ini, ada dua calon yang melamar. Yang pertama menyapa Yesus sebagai guru; yang kedua menyapa-Nya sebagai Tuhan. Tidak dikatakan apakah mereka akhirnya ditolak atau diterima. Jelas bahwa Matius menginginkan kita berfokus pada kata-kata Yesus, bukan pada kedua pelamar.

Pelamar pertama adalah seorang calon murid yang berkualitas. Berbeda dengan para murid yang sudah ada, yang kebanyakan nelayan sederhana, calon murid yang ini adalah seorang ahli Taurat. Ia anggota kelompok terpelajar,mampu membaca dan menulis, juga pasti sudah belajar Kitab Suci agama Yahudi. Jadi, yang datang kepada Yesus ini adalah seorang calon murid yang biasanya akan mudah diterima. Para rabi akan senang dengan calon murid seperti ini. Namun, tidak demikian dengan Yesus. Yesus sendirilah yang memilih para murid-Nya, bukan sebaliknya. Karena itu, ahli Taurat yang berinisiatif menawarkan dirinya sendiri ini sejak awal sebenarnya sudah salah jalan. Baginya, Yesus tidak lebih dari sekadar seorang guru. Orang ini mungkin hanya ingin berpindah guru, mungkin juga hanya ingin mengikuti Yesus naik perahu ke seberang. Motivasinya jelas agak dangkal. Yesus tidak menolak orang ini, tetapi menegaskan tuntutan-Nya, yakni untuk hidup sebagai pengembara, di mana tidak ada kenyamanan tempat tinggal atau markas besar. Warta gembira harus dibagikan kepada semua orang di mana saja. Kerajaan Allah tidak mengenal pusat dan pinggiran. Tidak dikatakan bagaimana tanggapan ahli Taurat itu. Bersama pembaca, ia ditantang untuk menanggapi pernyataan dan tuntutan Yesus tersebut.

Lain lagi dengan pelamar yang kedua. Jelas ia bukan anggota kelompok dua belas murid, tetapi ia agaknya sudah mengikuti Yesus. Ia melamar untuk menjadi pengikut tetap, tetapi dengan memberi syarat. Syaratnya sungguh masuk akal, sebab merupakan kewajiban utama seorang anak laki-laki, khususnya anak sulung, yaitu “menguburkan ayah”. Menguburkan orang tua adalah bentuk tertinggi penghormatan kepada mereka. Apakah Yesus memintanya melanggar salah satu dari sepuluh firman Allah? Perkataan Yesus sungguh keras, sehingga sudah ada beberapa usulan dan teori untuk melembutkannya. Namun, lebih penting kita berfokus pada maksud utama Yesus: Tuntutan kemuridan harus selalu menjadi prioritas. Berhadapan dengan tuntutan Kerajaan Allah, ikatan dan kewajiban dalam keluarga pun harus dinomorduakan. Menjadi murid Yesus memang tidak mudah. Setelah euforia mukjizat, tuntutan radikal seperti ini harus ditegaskan, juga dengan bahasa yang sungguh mengejutkan. Murid yang sudah mengikuti Yesus sebenarnya sudah menemukan hidup sejati dalam Kerajaan Allah. Ia berbeda dari mereka yang masih berada di luar Kerajaan Allah, yang bagaikan “orang mati”. Kesibukan dan misi para murid harus berfokus pada hidup dan kehidupan, bukan pada kematian.