Iman Seorang Peziarah

Senin, 12 Juli 2021 – Hari Biasa Pekan XV

89

Matius 10:34 – 11:1

“Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya darinya.”

Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka.

***

“Hidup kristiani adalah sebuah penziarahan, di mana seseorang meninggalkan dirinya sendiri untuk memulai perjalanan, membiarkan dirinya dibimbing, ditemani, dan terbuka terhadap kejutan-kejutan Tuhan. Tidak penting seberapa besar visi dan misi hidup yang kita miliki, kita tidak akan pernah dapat sepenuhnya mengendalikan hidup kita jika tidak sungguh membuka diri untuk dipimpin oleh Tuhan.” Pernyataan ini menjadi benang merah permenungan yang kita refleksikan dari bacaan Injil hari ini.

Tuhan datang ke dunia untuk memurnikan relasi, hidup, dan orientasi diri kita. Fokus yang ingin dibangun Tuhan adalah keselamatan kita, bukan secara pribadi, tetapi bersama yang lain. Yesus mengundang kita untuk tidak berpusat pada diri sendiri ataupun relasi-relasi kita. Ia mau semua itu mengerucut pada panggilan menjadi kudus untuk bersatu dengan-Nya. Segala sesuatu yang ada di dunia adalah sarana, bukan tujuan keberadaan kita. Cara kita berada adalah cara Tuhan sendiri yang menatap dan menemani kita dengan aneka kejutan.

Kita diajak untuk melihat, mendengar, merasakan, dan bertindak seperti Yesus sendiri. Kita pun diikutsertakan untuk berlatih supaya semakin bisa melihat, mendengar, merasakan, dan bertindak seperti Yesus. Kita adalah Christ-like untuk sesama kita. Pemurnian untuk menjadi demikian membutuhkan pertarungan diri untuk memilih Kristus atau diri sendiri. Yesus menghendaki kita untuk semakin murni agar semakin serupa dengan-Nya.

Kita sekarang memang sedang berziarah bersama Tuhan. Hendaknya kita siap dengan aneka kejutan dari-Nya. Kita juga mesti memaknai kejutan itu untuk memajukan hidup kita. Iman seorang peziarah berarti mau dengan rendah hati dibimbing oleh Tuhan sendiri. Kerendahan hati menjadi kunci untuk bisa melangkah menjadi peziarah iman.