Api Pertobatan

Selasa, 13 Juli 2021 – Hari Biasa Pekan XV

163

Matius 11:20-24

Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya: “Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan daripada tanggunganmu. Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan daripada tanggunganmu.”

***

“Api pertobatan ada ketika orang menemukan api itu pada yang lain dan menghilangkan hal yang menutupinya. Inilah pertobatan, yaitu ketika kamu sampai melampaui gagasan-gagasan yang kamu pegang sebelumnya beserta prasangka-prasangkanya, dan memandang pribadi yang ada di depanmu sebagaimana sebenarnya dan seutuhnya. Keberagaman memperkayamu dan menunjuk sesuatu yang berbeda dari yang kamu mengerti, baik terang maupun gelap, positif maupun negatif. Kamu menemukan penderitaan, sukacita, dan juga saat-saat kematian.”

Pertobatan adalah topik esensial yang dibicarakan dalam bacaan Injil yang kita dengarkan hari ini. Persis seperti yang dikatakan di atas, pertobatan muncul saat ada sesuatu yang melampaui perasaan dan pikiran kita. Pertobatan ada kalanya terjadi saat kita menyadari hal-hal yang telah kita jalani sebelumnya, melalui pengalaman, relasi-relasi, atau melalui bacaan. Mereka seperti potongan teka-teki di atas meja yang tiba-tiba dapat kita susun. Itu terjadi oleh karena rahmat Tuhan.

Sebagai seorang pendamping retret selama di Civita Youth Camp, saya belajar arti sebuah pertobatan. Bagi saya, pertobatan adalah mendengarkan. Saat saya mendengarkan, saya membiarkan diri saya ditaklukkan. Saya membiarkan diri saya mencerna, mengamati, dan berempati sambil membayangkan Allah bekerja pada para peserta retret. Saat saya mendengarkan, pelan-pelan saya juga berproses untuk mendengarkan Allah sambil memohon rahmat tentang apa yang bisa saya utarakan untuk membantu mereka. Mendengarkan terkesan pasif, namun sesungguhnya dengan itu saya membiarkan Allah menemani saya secara aktif. Saya bersyukur atas pengalaman ini.

Bertobat juga mengandaikan kita mau membuka diri secara terang-benderang di hadapan Allah. Kita tidak mau lagi menutupi apa-apa; membiarkan Allah sendiri yang menjadi terang dan jalan untuk kita. Tentu, itu adalah sebuah usaha yang amat besar dan berat. Bersemangatlah! Ingat, Allah selalu mengundang dan mengajak kita untuk bersanding bersama-Nya. Mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: Maukah kita memulai pertobatan kita?