Kerendahan Hati untuk Melihat Allah

Rabu, 14 Juli 2021 – Hari Biasa Pekan XV

255

Matius 11:25-27

Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”

***

“Ada percakapan-percakapan yang membuatmu mengenal kesejatian dirimu: Mengundangmu untuk berhenti, memandang dirimu ke dalam, mengevaluasi apa yang kamu lihat, dan merefleksikan apa yang akan menjadi lebih baik bila kamu mengubahnya.”

Percakapan mengubah diri kita. Hari ini bacaan Injil menyatakan bahwa orang kecil lebih bisa merasakan kehadiran Tuhan daripada orang cerdik pandai. Benarkah demikian? Saya memiliki beberapa pengalaman percakapan atau perbincangan dengan beberapa orang, baik orang kecil maupun orang cerdik pandai. Pengalaman-pengalaman itu menunjukkan bahwa saya malah bisa belajar banyak hal dari orang kecil. Mereka otentik, polos, jujur, dan inspiratif. Mereka melakukan hal-hal yang konkret dalam hidup mereka.

Berbeda dengan orang cerdik pandai. Mereka berbicara mengenai teori dan hal-hal hebat yang sudah dilakukan. Namun, saya merasa ada ruang kosong bahwa mereka tidak otentik dengan diri sendiri. Percakapan dengan diri sendiri mungkin jarang mereka lakukan, mungkin juga tidak ada ruang bagi mereka untuk bertanya pada diri sendiri tentang hal-hal yang fundamental. Apakah mungkin mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan dan lain-lain?

Ini sungguh berbeda dengan orang kecil, yang berpasrah tetapi juga otentik dan jujur dengan diri sendiri. Tanpa teori, mereka langsung berbuat dan bertindak. Saya merasa mereka punya waktu untuk mengadakan percakapan dengan diri mereka sendiri. Dengan melihat hal tersebut, saya merefleksikan bahwa dengan melakukan percakapan dengan diri sendiri, mereka memberikan ruang bagi Allah untuk bekerja dan menemani mereka. Ini membuat mereka lebih otentik dan jujur.

Kalau dengan diri sendiri saja tidak bisa ada percakapan, apakah mungkin kita bisa melakukan percakapan dengan Allah? Mari kita renungkan dan refleksikan, apakah kita memiliki ruang pribadi untuk bercakap-cakap dengan diri kita sendiri dan Allah?