Kerendahan Hati Bagaikan Tanah yang Subur

Jumat, 23 Juli 2021 – Hari Biasa Pekan XVI

472

Matius 13:18-23

“Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”

***

Bacaan Injil hari ini kembali membicarakan perumpamaan tentang penabur yang menaburkan benih di berbagai jenis tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang subur, yang memampukan tanaman untuk tumbuh dan berbuah, “ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat”.

Seperti umum kita ketahui, tanah yang subur adalah tanah yang berhumus. Tanah berhumus adalah tanah yang memiliki kandungan organik sebagai habitat mikroorganisme penyubur tanah, sehingga tanah itu kaya akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang terdapat dalam tanah juga menjadikan tanah memiliki kemampuan untuk menahan air lebih baik, sehingga mampu menjaga kandungan air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan subur.

Humus dekat dengan kata humility. Humility berasal dari kata Latin humilis, yang artinya “kerendahan hati”. Kerendahan hati bagaikan tanah yang subur, tempat atau media bagi tumbuh suburnya keutamaan-keutamaaan. Kerendahan hati memampukan seseorang untuk mudah menerima kelemahan atau kerapuhan diri sendiri dan orang lain. Kerendahan hati juga memampukan orang untuk mendengarkan, untuk belajar dan menerima masukan dari orang lain. Kerendahan hati membuat orang tidak sombong, tetapi justru mengandalkan Tuhan dan mensyukuri kebaikan serta kelebihan orang lain.

Melalui bacaan Injil hari ini, Yesus mengajak kita semua agar mampu menjadi tanaman yang subur dan berbuah. Ini akan terwujud jika diri kita menjadi tanah yang subur, yang penuh dengan humus, yakni kalau kita menjadi pribadi yang rendah hati. Kerendahan hati memampukan kita untuk mendengarkan, untuk belajar dan terbuka pada kebaikan-kebaikan Tuhan lewat orang lain dan melalui peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita. Karena itu, jika hati kita keras berbatu, gemburkanlah agar menjadi media yang lembut dan subur. Jika hati kita penuh dengan semak berduri dalam rupa kebencian, iri hati, dendam, dan amarah, bersihkan dan singkirkanlah itu semua agar menjadi tempat yang bersih dan subur bagi tumbuh dan berkembangnya kebaikan-kebaikan. Pada akhirnya, semoga hidup kita berbuah dan terus menjadi berkat.