Orang-orang yang Berbahagia

Senin, 26 Juli 2021 – Peringatan Wajib Santo Yoakim dan Santa Ana

74

Matius 13:16-17

“Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”

***

Perkataan Yesus dalam bacaan Injil hari ini berlatar belakang pertanyaan para murid mengapa Ia mengajar orang banyak dengan menyampaikan perumpamaan. Perumpamaan, di satu sisi, menarik untuk didengarkan karena menampilkan kisah-kisah yang bagus, selain itu mendidik karena mengajak orang untuk aktif berpikir dan merenungkan sendiri ajaran yang hendak disampaikan. Namun, di sisi lain, karena harus berpikir sendiri itulah perumpamaan sering kali juga membuat orang bingung, tidak mengerti, bahkan salah paham.

Menjawab pertanyaan itu, Yesus menegaskan bahwa karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah tidak dimiliki oleh setiap orang. Seperti terjadi pada zaman Nabi Yesaya, banyak orang yang telinganya tebal sehingga berat untuk mendengar, banyak pula yang matanya melekat tertutup sehingga tidak bisa melihat. Mereka ini adalah orang-orang yang berkeras tidak mau membuka hati pada kehadiran dan sapaan Tuhan. Rahasia Kerajaan Allah tidak layak mereka ketahui, sebab seandainya mereka tahu, mereka toh tetap saja tidak mau tinggal di dalamnya.

Berbeda halnya dengan murid-murid Yesus. Secara khusus, mereka telah dipanggil dan dipilih oleh Yesus untuk menjadi pengikut-Nya. Kepada mereka diberikan karunia untuk mengerti, sehingga Yesus kemudian menjelaskan arti perumpamaan yang disampaikan-Nya. Ajaran-ajaran yang terkandung dalam perumpamaan itu hendaknya menguatkan hidup dan meneguhkan iman mereka. Karena itu, para murid disebut sebagai orang-orang yang berbahagaia. Bagaimana tidak, mereka boleh melihat Yesus dan mendengarkan-Nya secara langsung, sesuatu yang dirindukan oleh para pendahulu mereka, bahkan para nabi, di mana siang dan malam orang-orang itu menanti-nantikan kedatangan sang Mesias. Para murid lebih-lebih telah mengambil langkah yanag tepat, sebab setelah melihat dan mendengarkan Yesus, mereka memutuskan untuk percaya.

Pada zaman Yesus, banyak orang melihat diri-Nya dan mendengar-Nya berbicara. Namun, tidak semua dari mereka mau percaya kepada-Nya. Mereka tidak disebut berbahagia, sebab apa yang mereka lihat dan mereka dengar itu ternyata tidak mengubah hati mereka. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi faktor utama bukan soal “mata yang melihat” atau “telinga yang mendengar”, melainkan keterbukaan hati untuk percaya. Dari sini pula kita dapat menyimpulkan bahwa ketidakpercayaan bukan hanya masalah orang zaman sekarang, tetapi sudah muncul sejak dahulu. Orang yang mengalami karya keselamatan Tuhan, bahkan mereka yang melihat-Nya secara langsung pun bisa saja bersikap tidak percaya kepada-Nya.

Kalau dalam situasi yang baik-baik saja banyak orang tidak percaya kepada Tuhan, lebih lagi dalam situasi sulit seperti yang kita hadapi sekarang. Saat ini, di tengah pandemi yang berkepanjangan, banyak orang mungkin kecewa, marah, dan mulai meragukan-Nya. Di mana Tuhan ketika kita membutuhkan-Nya? Mengapa Dia diam saja ketika orang-orang terkasih diambil dari kita, ketika kita sendiri akhirnya juga jatuh sakit dan terancam maut? Mengapa Tuhan tidak segera menyingkirkan virus yang mengerikan ini dari hidup kita?

Mereka yang mengetahui rahasia Kerajan Allah akan melihat bahwa Allah bekerja dalam segala situasi. Karena itu, mari kita mendukung dan ambil bagian dalam karya-karya yang dilakukan-Nya, yakni dengan menyingkirkan pesimisme, memupuk optimisme, dan melakukan hal-hal yang baik. Mari kita tularkan semangat itu kepada orang-orang lain, sehingga semangat untuk berjuang tidak akan pernah pupus dalam hati setiap orang.