Menanti dengan Sukacita

Minggu, 12 Desember 2021 – Hari Minggu Adven III

224

Lukas 3:10-18

Orang banyak bertanya kepadanya: “Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?” Jawabnya: “Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian.” Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: “Guru, apakah yang harus kami perbuat?” Jawabnya: “Jangan menagih lebih banyak daripada yang telah ditentukan bagimu.” Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: “Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?” Jawab Yohanes kepada mereka: “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.”

Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari aku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.”

Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil kepada orang banyak.

***

Minggu Advent III dikatakan sebagai Minggu Gaudete yang berarti “sukacita”. Pertanyaan yang bisa kita berikan untuk diri sendiri adalah: “Bagaimana kita dapat menanti dengan sukacita?” Menanti mungkin amat menyebalkan dan membosankan bagi beberapa orang. Kita membutuhkan kesabaran, kesetiaan, dan kerendahan hati ketika menanti atau menunggu. Kita belajar untuk melawan kehendak pribadi demi orang lain yang kita nantikan.

Pada Minggu Advent III ini, Gereja mengajak kita untuk membangun disposisi sukacita dalam menanti. Di Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat, saya belajar untuk membangun disposisi tersebut dari umat. Kunjungan uskup merupakan sesuatu yang dinantikan oleh umat di sini meskipun jarak tempuh yang jauh dengan akses transportasi yang buruk menjadi kendala. Gotong royong dalam menyiapkan diri untuk menyambut uskup hadir dalam tindakan konkret seperti membersihkan Gereja, mengatur transportasi uskup, dan sebagainya. Persiapan mereka lebih lama dari acaranya sendiri.

Begitu juga dengan pribadi uskup yang menanti momen perjumpaan itu. Ia menantikan momen yang istimewa ini, sehingga dengan demikian umat dan uskup sama-sama saling menanti. Ketika saat perjumpaan itu akhirnya tiba, bapak uskup seharian berkeliling dari satu stasi ke stasi yang lain untuk merayakan Ekaristi dan berbincang dengan umat. Saya belajar betapa ia begitu mencintai umatnya. Pada malam hari, ia mengikuti rosario lingkungan di salah satu rumah umat. Bagi saya ini adalah pemandangan yang amat langka, di mana seorang uskup mengikuti kegiatan rosario lingkungan.

Sukacita adalah disposisi yang perlu dibangun di Masa Adven. Penantian yang penuh dengan kegembiraan adalah hal yang dikehendaki Gereja, di mana dengan itu, umat mempersiapkan diri untuk menyambut Tuhan. Penyambutan ini membutuhkan persiapan, tetapi bukan persiapan yang penuh kegelisahan atau kecemasan. Ini adalah penantian yang penuh dengan kesukaan! Kita mau menyambut pribadi yang sungguh spesial, maka kita menyiapkan segalanya dengan spesial pula.

Umat dan uskup Ketapang, sebagaimana saya kisahkan di atas, telah membangun disposisi sukacita dalam kunjungan pastoral. Sukacita ini memampukan setiap pribadi keluar dari zona nyaman demi sesuatu yang bernilai: Umat adalah harta berharga bagi Gereja, begitu pula uskup adalah gembala yang selalu dinanti.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yohanes Pembaptis mengingatkan kita tentang apa yang harus kita lakukan agar bersukacita dalam menanti. Ia menjawab pertanyaan dasar: “Apakah yang harus kami perbuat?” Ya, sukacita yang muncul dalam rangka menanti kedatangan Yesus adalah sebuah perbuatan, bukan hanya sekadar gagasan. Kita mau bersukacita dengan tindakan yang konkret. Tindakan itu adalah: Keluar dari zona nyaman dan keegoisan diri kita. Kita mau melangkah meninggalkan kerapuhan kita dengan sukacita, menuju pribadi yang semakin terarah pada Tuhan. Maukah kita sungguh bersukacita menyambut Tuhan?