Melakukan yang Satu Tanpa Mengabaikan yang Lain

Rabu, 12 Oktober 2022 – Hari Biasa Pekan XXVIII

127

Lukas 11:42-46

“Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar. Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya.”

Seorang dari antara ahli-ahli Taurat itu menjawab dan berkata kepada-Nya: “Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga.” Tetapi Ia menjawab: “Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun.”

***

Umat Katolik tidak diberkati Tuhan karena tidak membayar persepuluhan? Bacaan Injil hari ini menunjukkan bahwa anggapan itu tidak benar. Yesus justru mengecam orang yang membayar persepuluhan, sebab setelah melaksanakan hal itu, mereka justru mengabaikan hal yang paling penting, yakni keadilan dan kasih Allah. Yang disampaikan Yesus hari ini masih dalam konteks kecaman-Nya terhadap kemunafikan kaum Farisi. Selain mereka, Yesus juga mengecam ahli-ahli Taurat.

Tokoh-tokoh agama itu dikecam Yesus karena mementingkan hukum agama di atas segalanya, gila hormat, mencelakakan umat yang mereka bimbing, serta mengajarkan sesuatu yang mereka sendiri tidak mau melaksanakannya. Dengan berkata, “Celakalah,” Yesus melontarkan kecaman keras, sekaligus memastikan bahwa orang-orang itu akan menerima hukuman berat. Sebagai pemimpin agama, mereka seharusnya menjadi teladan bagi umat. Yang terjadi justru sebaliknya: Mereka menyalahgunakan jabatan, memburu keuntungan untuk diri sendiri, dan mengabaikan umat yang menjadi tanggung jawab mereka.

Mari memusatkan perhatian pada persembahan persepuluhan yang disinggung oleh Yesus dalam perikop ini. Sebagai praktik yang sudah berlangsung turun-temurun, persembahan persepuluhan tetap dilaksanakan oleh orang Yahudi pada masa itu, tetapi sayangnya banyak orang sudah melupakan semangat awal yang mendasarinya dengan melihatnya sebagai kewajiban semata, atau lebih celaka lagi, sebagai kesalehan untuk dipamer-pamerkan. Karena itu, alih-alih didukung, persepuluhan menjadi sasaran kritikan Yesus. Ia tidak setuju melihat orang Farisi begitu menekankan pentingnya persepuluhan dan mengalahkan hal-hal yang lebih krusial seperti keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.

Apakah dengan begitu bisa dikatakan bahwa Yesus menolak atau bahkan melarang persepuluhan? Kiranya tidak demikian. Ia berkata, “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” Yesus kiranya berpendapat bahwa persepuluhan bukanlah suatu masalah kalau dipahami secara tepat. Ketika orang mempersembahkan persepuluhan semata-mata karena kewajiban atau karena terpaksa, ketika orang mempersembahkan persepuluhan tetapi lalu menjadi tinggi hati dan lupa bersikap adil terhadap sesama, ketika orang mempersembahkan persepuluhan lalu merasa kewajibannya terhadap Tuhan sudah selesai, ketika orang mempersembahkan persepuluhan disertai pamrih agar diberi lebih banyak lagi oleh Tuhan, itulah pemahaman-pemahaman keliru yang justru akan membuat persembahan mereka tidak berkenan kepada Allah.

Karena itu, alih-alih persepuluhan, Yesus ingin memperkenalkan semangat baru dalam hal berbagi, yakni berbagi secara tulus dan dalam kemurahan hati yang tanpa batas. Kiranya itulah yang terpenting mengenai persembahan dalam bentuk apa pun, yakni bahwa persembahan tersebut, berapa pun jumlahnya, diberikan dengan tulus, rela, dan penuh sukacita.