Makna Kekosongan

Selasa, 27 Desember 2022 – Pesta Santo Yohanes

175

Yohanes 20:2-8

Maria Magdalena berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”

Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kafan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kafan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya.

***

Kita mungkin pernah mengalami hidup yang kosong, tanpa makna, membosankan, dan terasa begitu-begitu saja. Segala yang kita lakukan tampak sia-sia. Meskipun kita sudah berjuang supaya mendapatkan hasil yang maksimal, namun hasil itu tetap terasa hampa. Kita lalu berpikir mengapa kita harus menjalani hidup yang tanpa arti ini. Percuma melakukan sesuatu, toh pada akhirnya sia-sia. Percuma memiliki niat, toh semuanya tidak berjalan sesuai harapan.

Hari ini Maria Magdalena, Petrus, dan murid yang lain mengalami pengalaman iman yang luar biasa berkaitan dengan Yesus yang mati dibunuh dan sudah dibaringkan di dalam kubur. Mereka memiliki harapan besar kepada Yesus selama menemani karya pelayanan-Nya di daerah Galilea dan Yerusalem. Harapan itu harus pupus karena kematian Yesus di kayu salib. Sekarang, makam-Nya pun kosong, tanpa jasad, hanya tersisa kain kafan dan kain peluh. Atas kejadian itu, reaksi murid yang lain adalah percaya bahwa Yesus telah bangkit. Murid yang lain itu adalah Yohanes, murid yang dikasihi Yesus.

Masih dalam suasana Natal, pengalaman iman Yohanes tersebut mengajak kita untuk merenungkan bahwa kelahiran Yesus terarah pada kebangkitan-Nya. Inilah bukti kuasa Allah yang menyelamatkan manusia. Dalam peristiwa kehidupan sebagai murid Yesus, kita mengalami kelahiran dan kematian. Kedua pengalaman tersebut menumbuhkan harapan akan kehidupan yang akan datang. Jika hidup manusia hanyalah kisah kelahiran, pasti sulit bagi kita untuk menemukan harapan hidup akan peristiwa yang pasti terjadi selanjutnya, yaitu kematian. Sebaliknya, jika hanya berakhir pada kematian, di sana tidak ada harapan akan kehidupan baru. Karena itu, peristiwa kebangkitan Yesus menjadi kunci bagaimana cara manusia berharap akan kehidupan baru.

Kelahiran dan kematian terarah pada kehidupan baru, yaitu bangkit dan hidup bersama Yesus. Kita diajak untuk bersikap seperti Yohanes, yaitu bertindak dengan segera dan mengerti dengan cepat akan apa yang terjadi atas hidup kita dan akan apa yang terjadi di sekitar kita. Yohanes cepat mengerti bahwa kubur kosong itu pertanda kebangkitan Yesus. Karena tanggap akan situasi di sekitarnya, ia segera menyadari bahwa Allah telah melakukan karya yang besar. Tidak perlu waktu lama baginya untuk berpikir dan memutuskan pilihan imannya kepada Yesus yang bangkit.

Iman akan Yesus yang bangkit menjadi harapan bagi kita. Kita telah lahir, kita nanti akan mati, tetapi tidak selesai sampai di situ, kelak kita pun akan mengalami kebangkitan. Karena itu, kita diharapkan menjadi saksi kebaikan cinta Allah yang mau dituntun oleh-Nya dan melakukan karya-Nya. Dengan cara demikian, kita menyadari penyelenggaraan Allah setiap hari, sehingga hidup kita penuh makna, tidak terasa kosong, hampa, dan begitu-begitu saja.