Tidak Ada Nabi yang Dihargai di Tempat Asalnya

Senin, 13 Maret 2023 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

157

Lukas 4:24-30

Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain dari Naaman, orang Siria itu.” Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.

***

Yesus mulai mewartakan Kabar Baik kepada masyarakat. Sebagian menyambut kehadiran-Nya dengan tangan terbuka, namun sebagian lagi ternyata menolak-Nya. Yang terakhir inilah yang muncul dalam bacaan Injil hari ini. Perikop ini memuat pula ungkapan Yesus yang sangat terkenal: “Tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.”

Dalam penceritaan Lukas, ungkapan “tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya” mempunyai konteks yang berbeda. Kagum melihat karya-karya Yesus, penduduk Nazaret menghendaki agar Dia berkarya di kota itu saja dalam rangka mengharumkan nama kampung halaman-Nya. Mereka mau menguasai Yesus, membatasi ruang lingkup karya-karya-Nya, dan dari sudut pandang Lukas, mencoba menghalangi tersebarnya karya keselamatan Allah kepada segala bangsa.

Yesus menolak hal itu. Ia lalu mengutip pepatah yang sudah dikenal luas: “Tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” Pepatah ini dipakai Yesus untuk menyatakan bahwa keinginan orang-orang sekampung-Nya itu tidak sesuai dengan tugas pengutusan yang diemban-Nya. Ia pun menyebutkan tindakan Nabi Elia dan Elisa dahulu kala. Dalam situasi yang sulit, Elia dan Elisa ternyata membuat mukjizat yang menyelamatkan hidup orang asing, bukan orang Israel. Ini menegaskan bahwa keselamatan Allah terbuka bagi semua orang, semua bangsa, bukan hak milik orang Israel saja. Karena itu, karya-karya Yesus pun tidak boleh dibatasi. Kabar Baik yang dibawa Yesus ditujukan kepada segala bangsa.

Perasaan orang-orang Nazaret itu sampai sekarang masih terpelihara dalam hati banyak orang masa kini. Masyarakat terkotak-kotak dalam berbagai macam kelompok, yang mana masing-masing kelompok merasa bahwa merekalah yang paling baik. Menjadi sensitif ketika kelompok yang dimaksud adalah kelompok agama. Masih banyak yang berpandangan hitam putih dengan mengatakan bahwa hanya agamanya sendirilah yang benar, sedangkan agama lain sesat. Surga adalah milik mereka, sementara orang-orang lain tempatnya di neraka. Mari kita mulai belajar menyadari bahwa kasih Allah sudah pasti ditujukan kepada semua orang. Ia mengasihi segenap ciptaan-Nya tanpa pilih-pilih.