Yesus Raja versus Penguasa Dunia

Minggu, 2 April 2023 – Hari Minggu Palma Mengenangkan Sengsara Tuhan

87

Matius 21:1-11

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem dan tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegur kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya.” Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Maka pergilah murid-murid itu dan berbuat seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka. Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesus pun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata: “Siapakah orang ini?” Dan orang banyak itu menyahut: “Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.”

***

Orang-orang takjub akan apa yang terjadi di Betania ketika Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Karena itu, banyak orang mengikuti Yesus ke mana pun Ia pergi, juga ketika Ia masuk ke Kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai. Dalam perjalanan ini, massa jumlahnya semakin berlipat kerena bercampur dengan para peziarah yang hendak merayakan Paskah di Yerusalem.

Yesus membuat banyak orang merasa dekat dengan mimpi-mimpi mereka, misalnya mimpi mengenai pembebasan dari penjajahan bangsa Romawi. Para murid juga mengiringi Yesus memasuki Yerusalem dengan mimpi mereka masing-masing. Namun, semua mimpi itu mengenai perkara-perkara duniawi.

Berbeda dengan mereka, Yesus melangkah maju untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Ya, mimpi tunggal Yesus adalah Kerajaan Allah: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk. 1:15).

Kerajaan Allah adalah satu-satunya kepedulian Yesus. Seluruh hidup-Nya dan perbuatan-Nya adalah untuk menegakkan kuasa dan pemerintahan Allah. Kerajaan Allah adalah kuasa yang penuh belarasa demi keselamatan manusia yang utuh.

Di Yerusalem, Yesus diadili dan dihukum sebagai seorang Raja. Di Yerusalem inilah Ia membuka kedok siapa Raja Damai dan siapa penguasa dengan segala praktik jahatnya:

Hanas. Ia adalah mertua Kayafas, sang imam besar. Hanas melakukan kolusi dengan menantunya. Kesalahan yang dilakukan Hanas adalah bahwa ia tidak menggunakan wibawanya sebagai mertua untuk mengingatkan sang menantu. Hanas adalah contoh orang tua yang apatis.

Kayafas. Kayafas saat itu menjabat sebagai imam besar. Ia menduduki jabatan suci, tetapi hal itu ternyata tidak membuat hati dan perilakunya ikut suci. Justru dialah yang memiliki inisiatif dan rencana jahat untuk membunuh Yesus, yakni dengan berkata, “Lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.”

Imam-imam kepala. Mereka adalah imam-imam yang memimpin peribadatan di altar, tetapi hati mereka ternyata ada di “pasar”. Nafsu dan semangat “pasar” menguasai hati mereka, sehingga mengotori altar yang mereka layani.

Ahli-ahli Taurat. Sebagai pakar Kitab Suci, mereka mestinya menghadirkan pencerahan dan memberi informasi mengenai kebenaran. Namun, meskipun tekun membaca Kitab Suci, mereka tidak mengenal Tuhan dalam kehidupan nyata. Mereka tahu hukum Tuhan, tetapi gagap dalam melaksanakannya.

Pilatus. Sebagai pemimpin, Pilatus tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetapi ia tidak mampu mengambil keputusan yang tepat karena takut kehilangan dukungan publik. Tidak berani menyuarakan kebenaran, Pilatus memilih untuk cuci tangan. Ia lantas menyerahkan Yesus kepada orang Yahudi untuk dihukum.

Herodes. Herodes adalah raja simbolis, seorang raja yang tidak memiliki kekuasaan politik. Karena itu, ia selalu tampil canggung di depan publik. Ia tidak menunjukkan empati terhadap Yesus, bahkan seperti tengah melawak di atas penderitaan orang lain.

Demikianlah Yesus di Yerusalem membuka pengertian bagaimana Kerajaan Allah dihadirkan untuk mewujudkan kejujuran, kesetaraan, penghoramatan pada martabat manusia, keadilan, kebenaran, kasih, dan damai sejahtera. Secara nyata, Dia berhadapan dengan kedok kekuasaan dunia yang penuh kepalsuan.