Rahmat Kebangkitan, Rahmat Transparansi

Senin, 10 April 2023 – Hari Senin dalam Oktaf Paskah

66

Matius 28:8-15

Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus. Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”

Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.

***

Ketika Yesus bangkit, para perempuan yang menemukan makam kosong bergegas hendak mewartakan kabar yang mengejutkan tersebut. Pada saat itu, Yesus tiba-tiba menjumpai mereka dan menegaskan, “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku…” Kabar gembira harus diwartakan dan tidak boleh disembunyikan.

Di sisi lain, para pemuka agama memberi perintah kepada para serdadu untuk memberitakan kabar bohong bahwa jenazah Yesus dicuri oleh para murid-Nya. Para pemuka agama itu hendak menyembunyikan kabar gembira yang membawa kehidupan.

Kabar gembira tentang kebangkitan perlu diwartakan karena kebangkitan membawa kehidupan. Yesus ingin menunjukkan bahwa mewartakan kehidupan akan menghadirkan terang, dan itulah jalan Tuhan. Alih-alih ketersembunyian, ketertutupan, dan kegelapan, transparansi adalah jalan Tuhan.

Sering kali kita takut bersikap transparan karena takut dinilai. Sering kali kita takut bersikap transparan karena hidup kita terlalu banyak mempunyai sisi gelap. Itu artinya kita lebih memilih budaya kematian daripada budaya kehidupan, padahal Allah kita adalah Allah yang hidup! Allah ingin agar kita semakin transparan dan agar diri kita selalu membawa jejak-jejak kehidupan bagi sesama.

Apa pun tanggung jawab kita, baik sebagai orang tua, sebagai pelajar, sebagai karyawan, sebagai pebisnis, maupun yang lainnya, kita diundang untuk mengusahakan transparansi di dalamnya. Sebagai orang tua, transparansi berarti mau memberikan waktu untuk anak-anak. Sebagai pelajar, transparansi berarti mau memberikan waktu untuk sungguh bertekun dalam ilmu. Sebagai karyawan, transparansi berarti bekerja dengan penuh kesungguhan tanpa manipulasi dan ketidakjujuran. Sebagai pebisnis, transparansi berarti membayar upah pekerja dengan layak sesuai ketentuan dan tidak bersikap rakus.

Mari kita mohon rahmat Paskah agar hidup kita semakin transparan dan membawa kehidupan.