Kegagalan Adalah Bagian dari Misi

Rabu, 31 Januari 2024 – Peringatan Wajib Yohanes Bosco

79

Markus 6:1-6

Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

***

Kisah-kisah dalam bacaan Injil beberapa hari belakangan ini menghadirkan banyak teladan iman. Hari ini sebaliknya, kita justru disuguhi kisah mengenai manusia-manusia yang minus iman. Kisah ini sebenarnya agak miris, sebab terjadi di tempat asal Yesus. Sebagian dari kita mungkin akan melihat kisah ini sebagai kisah kegagalan misi Yesus. Meskipun demikian, harus kita sadari, sebenarnya ada makna dan pesan mendalam yang ingin Tuhan berikan kepada kita, murid-murid-Nya pada masa sekarang, melalui kisah ini.

Dikisahkan, Yesus dan para murid tiba di daerah asal-Nya, yakni Nazaret. Pada hari Sabat, Ia mengajar di rumah ibadat. Mula-mula para pendengar takjub, tetapi mereka lalu mulai mempertanyakan dari mana asal hikmat Yesus. Bagaimana mungkin seorang tukang kayu melakukan mukjizat-mukjizat? Prasangka bergerak mengambil alih peran iman. Pewartaan Kabar Baik pun menjadi buntu. Benar ini adalah sebuah cerita kegagalan, tetapi kegagalan ini terjadi bukan karena kurangnya upaya dari pihak sang Misionaris Agung. Kegagalan ini terjadi karena tidak siapnya manusia menerima Kabar Baik dan keselamatan yang ditawarkan. Benih hanya bisa tumbuh di tanah yang siap menerima benih tersebut.

Apa makna yang dapat kita tarik dari kisah ini? Pertama, misi tidak selalu berhasil. Jangankan para murid, sang Guru saja ditolak di tempat asal-Nya sendiri. Penolakan dalam misi biasa terjadi. Tidak perlu kecewa, sakit hati, atau malah muntaber (mundur tanpa berita). Seorang pewarta Kabar Baik harus punya ketahanan atau resiliensi terhadap tantangan dalam bermisi, termasuk penolakan. Kisah penolakan yang dialami Yesus di hadapan para murid-Nya ini merupakan sebuah pesan dan pembelajaran penting yang tidak boleh dilupakan oleh murid-murid Yesus sepanjang masa. Bersiaplah selalu untuk gagal dalam bermisi! Kegagalan adalah bagian dari misi, sehingga jangan dijadikan akhir dari misi!

Pesan kedua, jangan terpasung pada gelar, jabatan, latar belakang, dan status sosial. Mengapa Yesus ditolak di kampung halaman-Nya? Penyebabnya adalah karena orang-orang merasa telah mengenal Dia. Bagi mereka, Yesus hanya seorang anak kampung dari keluarga sederhana, yang lahir dan besar di tempat yang sama dengan mereka. Yang terlihat oleh mata mereka hanya sisi kemanusiaan Yesus saja. Kata-kata dan hikmat pengajaran-Nya, termasuk isi pewartaan-Nya, tidak sampai masuk ke dalam hati mereka, terhalang oleh kekuatan dan bias penilaian yang minus iman. Kita pun mungkin akan mengalami hal yang sama seperti Yesus, ditolak oleh orang-orang yang merasa telah mengenal diri kita sepenuhnya. Kabar Baik tidak tergantung pada latar belakang dan status sosial para pewarta. Firman atau benih harus selalu didengarkan dengan iman, agar bisa masuk ke dalam hati dan mengubah hidup manusia.

Pesan ketiga, Yesus memberikan gambaran konkret bagaimana profil seorang misionaris sejati. Ia hadir dalam kemanusiaan-Nya, solider dengan manusia, dan mau mengalami suka duka seorang misionaris. Ia tidak terbebas atau membebaskan diri-Nya dari penolakan, tantangan, dan kesulitan dalam bermisi. Yesus memberikan teladan bagaimana sikap dan perilaku ideal dalam menjalankan misi. Dalam kehidupan-Nya, karya misi dan salib berjalan bersama. Ia tidak menggunakan kuasa-Nya untuk membuat misi-Nya menjadi mudah dan berhasil. Itulah yang patut kita teladani. Menjadi misionaris tidak boleh takut akan kegagalan dan penolakan. Jika kemudian dalam menjalankan misi dan pewartaan Kabar Baik kita mendapatkan cibiran, penolakan, dan pengabaian, tidak perlu berkecil hati atau memaksa. Yang kita tawarkan adalah kasih Tuhan. Kasih selalu bebas dan sifatnya cuma-cuma. Kasih tidak pernah dipaksakan. Kasih hanya perlu terus kita tebarkan. Di mana dia akan tumbuh dan berbuah, biarlah Tuhan yang menentukannya.