Rambutmu Bagaikan Kawanan Kambing (8)

“Rambutmu bagaikan kawanan kambing yang bergelombang turun dari pegunungan Gilead” (Kid. 4:1c)

112

Bukan pornografi, melainkan erotisme

Bahwa dalam perikop di atas ada syair-syair percintaan antara sepasang kekasih, pembaca Kitab Suci mungkin pada akhirnya bisa mengerti dan tidak terlalu keberatan. Yang terus menjadi ganjalan di hati adalah cara pengungkapannya yang bagi banyak orang dirasa terlalu berani dan tidak pantas, seperti misalnya memuji-muji buah dada perempuan (Kid. 4:5). Selain itu, ungkapan-ungkapan yang dirasa “menjurus” – misalnya: “Aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit kemenyan” (Kid. 4:6) – membuat orang bertanya-tanya apakah hal pribadi seperti itu layak dituliskan dan dijadikan bacaan orang banyak. Keberadaan perikop-perikop seperti inilah yang membuat Kidung Agung akhirnya dituduh sebagai kitab yang cabul, kitab yang porno.

Harus ditegaskan bahwa Kitab Kidung Agung tidak berisi pornografi, melainkan erotisme. Harus ditegaskan pula bahwa erotisme dan pornografi adalah hal yang berbeda.[1] Pornografi menggambarkan seks tanpa cinta, sementara erotisme – sebagaimana tampak dalam Kidung Agung – meluhurkan cinta antara sepasang manusia, termasuk hubungan seksual di antara mereka. Kalau kita tetap merasa risi dengan keberadaan erotisme dalam Kitab Suci, ini tidak lain karena kepada kita sekian lama ditanamkan pemahaman bahwa erotisme adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Erotisme dianggap saru dan berlawanan dengan kesucian.

Namun, lihatlah puisi cinta di Kid. 4:1-7 yang sudah kita bahas di atas. Puisi ini erotis, sekaligus indah, yang menegaskan bahwa erotisme adalah sebuah keindahan. Mempelai pria mengungkapkan cintanya yang menyala-nyala kepada mempelai wanita. Cinta itu mempersatukan, sebab mempelai wanita di tempat lain juga melakukan hal yang sama. Tanpa malu-malu, satu sama lain memuji dan memuja keindahan kekasih jiwanya. Ungkapan-ungkapan yang muncul bukannya cabul, melainkan jujur, tulus, bebas, dan apa adanya. Semuanya berasal dari hasrat dan kerinduan yang murni, yang dilandasi oleh cinta.

(Bersambung)

[1] Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama, 206.