Menderita bersama Tuhan (2)

Markus 8:31-38

143

The Good Earth: Narasi tragis penderitaan

The Good Earth[1] adalah sebuah novel yang ditulis oleh Pearl S. Buck pada tahun 1931. Pearl S. Buck sendiri adalah putri seorang misionaris America yang hidup di Tiongkok. Di Indonesia, karya ini diterjemahkan dengan judul Bumi yang Subur (terbitan Gramedia). Novel ini sarat dengan nilai-nilai yang relevan untuk direnungkan hingga kini. Karena pengaruhnya pada kemanusiaan, novel ini memenangkan hadiah Pulitzer, anugerah tertinggi untuk sebuah karya sastra.

The Good Earth bercerita tentang seorang petani. Wang Lung namanya. Bersama O Lan, istrinya, ia mengalami sederet peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan petani kala itu. Dilatarbelakangi kehidupan sosial dan budaya masyarakat Tiongkok pada masa sebelum perang dunia, kisah hidup petani miskin di sebuah desa ini mencerminkan kehidupan nyata yang ternyata masih hidup sampai sekarang.

Wang Lung seorang pria pekerja keras yang mengagumi O Lan sebagai harta terbesar dalam hidupnya. Diungkapkannya bahwa tidak ada artinya istri cantik jika tidak bisa bekerja. Inilah sekelumit pandangan yang mewakili banyak orang seperti Wang Lung, petani-petani yang hidup bergantung pada kerja keras. Benar saja, O Lan adalah istri yang sangat cakap. Tidak pernah ada keluhan terucap di bibirnya. Berkat kerja keras mereka, Wang Lung dan istri dapat membeli sebidang tanah dari keluarga Hwang. Namun, kehidupan mereka harus berubah ketika keluarga mereka dan semua penduduk desa harus menghadapi bencana kelaparan karena lama sekali tidak turun hujan. Kondisi ini memaksa mereka untuk melakukan perjalanan untuk hidup yang lebih baik. Mereka meninggalkan kampung halaman, tanah mereka, menuju kota.

Kemiskinan yang mereka alami menyebabkan O Lan harus mengorbankan anaknya yang baru lahir. Siapa yang berani menyalahkan tindakan itu di tengah situasi yang sangat sulit seperti yang dialami Wang Lung dan istri? Terlepas dari itu, Wang Lung adalah pribadi yang menjunjung tinggi moral kehidupan. Suatu ketika, salah seorang anaknya pulang membawa roti hasil curian. Wang Lung pun sangat marah. “Kita boleh miskin, tapi kita tidak akan pernah mencuri!” ujar Wang Lung. Kisah ini memang mengandung komplikasi moral yang menarik yang hanya dimengerti oleh orang-orang seperti Wang Lung.

(Bersambung)

[1] Pearl S. Buck, The Good Earth (London & Paris: The Albatross, 1947).