Mewartakan yang Benar, Melakukan yang Benar

Sabtu, 23 Februari 2019 – Peringatan Wajib Santo Polikarpus

194

Markus 9:2-13

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.

Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati.” Lalu mereka bertanya kepada-Nya: “Mengapa ahli-ahli Taurat berkata, bahwa Elia harus datang dahulu?” Jawab Yesus: “Memang Elia akan datang dahulu dan memulihkan segala sesuatu. Hanya, bagaimanakah dengan yang ada tertulis mengenai Anak Manusia, bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan? Tetapi Aku berkata kepadamu: Memang Elia sudah datang dan orang memperlakukan dia menurut kehendak mereka, sesuai dengan yang ada tertulis tentang dia.”

***

Orang yang sungguh beriman pasti mewartakan yang benar dan melakukan yang benar, mewartakan yang baik dan melakukan yang baik. Yang benar dan baik pasti berguna bagi sesama. Perkataan dan perbuatan yang benar dan baik akan menjadi berkat dan persembahan bagi Tuhan dan sesama. Kebenaran dan kebaikan dalam setiap perkataan maupun perbuatan merupakan kesaksian hidup kita akan Allah yang begitu baik. Ia telah memulai dengan terlebih dahulu berbuat baik kepada kita. Oleh sebab itu, hendaknya setiap orang memancarkan kebaikan dan kebenaran, cinta kasih dan damai.

Pancaran kebenaran dan kebaikan terjadi secara nyata dalam peristiwa Yesus yang dimuliakan di Gunung Tabor. Tidak hanya kebenaran dan kebaikan yang memancar di sana, tetapi juga kemuliaan yang cemerlang dan gilang-gemilang. Itulah pancaran kemuliaan yang menyelamatkan dan menjadi tujuan setiap orang beriman. Terang kemuliaan Yesus menjadi kesaksian akan kebaikan Allah yang hadir dalam diri sang Putra.

Lalu, sikap iman yang bagaimana yang harus kita miliki? Kita harus berani memandang kemuliaan Yesus, mengarahkan pandangan mata hati kita kepada-Nya. Kita harus bisa mendengarkana dan menghidupi ajaran-Nya, yakni ajaran cinta kasih. Kesaksian iman seperti itu diteladankan oleh St. Polikarpus yang kita peringati hari ini.

St. Polikarpus adalah seorang gembala yang kudus dan pemberani. Semangat kemartirannya nyata dalam tulisannya yang berbunyi, “Aku telah melayani Yesus seumur hidupku dan Ia tidak pernah mengecewakanku. Bagaimana mungkin aku mengutuk Rajaku yang rela wafat bagiku?” St. Polikarpus mengungkapkan betapa besar kasih dan kebaikan Allah dalam hidupnya. Pengalaman iman bahwa diri-Nya telah ditebus dan diselamatkan oleh Yesus mendorongnya untuk juga bersaksi tentang kasih penyelamatan. Ia telah mendengarkan, merenungkan, dan menghidupi sabda Yesus dengan penuh sukacita. Dia juga telah memenangkannya.

Saudara-saudari sekalian, kita diundang untuk terus-menerus belajar membuka hati bagi Yesus, serta menyediakan waktu, hati, perhatian, dan diri untuk sesama yang membutuhkan. Pancarkanlah kasih Allah dalam setiap langkah kehidupan kita hari ini.