Mengabdi Tuhan

Selasa, 26 Februari 2019 – Hari Biasa Pekan VII

256

Sirakh 2:1-11 

Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka bersedialah untuk pencobaan. Hendaklah hatimu tabah dan jadi teguh, dan jangan gelisah pada waktu yang malang. Berpautlah kepada Tuhan, jangan murtad dari pada-Nya, supaya engkau dijunjung tinggi pada akhir hidupmu. Segala-galanya yang menimpa dirimu terimalah saja, dan hendaklah sabar dalam segala perubahan kehinaanmu. Sebab emas diuji di dalam api, tetapi orang yang kepadanya Tuhan berkenan dalam kancah penghinaan. Percayalah pada Tuhan maka Iapun menghiraukan dikau, ratakanlah jalanmu dan berharaplah kepada-Nya. Kamu yang takut akan Tuhan nantikanlah belas kasihan-Nya, jangan menyimpang, supaya kamu jangan terjatuh. Kamu yang takut akan Tuhan percayalah pada-Nya, niscaya kamu tidak akan kehilangan ganjaranmu. Kamu yang takut akan Tuhan harapkanlah yang baik, sukacita kekal dan belas kasihan. Pandanglah segala angkatan yang sudah-sudah dan perhatikanlah: Siapa gerangan percaya pada Tuhan lalu dikecewakan, siapa bertekun dalam ketakutan kepada-Nya dan telah ditinggalkan, atau siapa berseru kepada-Nya lalu tidak dihiraukan oleh-Nya? Memang Tuhan adalah penyayang dan pengasih, Ia mengampuni dosa dan menyelamatkan pada saat kemalangan.

***

Kepada para muridnya, Yesus bin Sirakh – sang guru kebijaksaan – mengajarkan kesiapan kalau hendak mengabdi Tuhan. “Anakku, jika engkau mau mengabdi kepada Tuhan, engkau harus siap menghadapi pencobaan.” Pencobaan itu menunjuk pada gangguan yang dapat membuat orang meninggalkan niatnya untuk mengabdi Tuhan atau justru membuatnya sombong karena pengabdiannya itu. Kesulitan yang dihadapi bisa jadi membuat orang menghentikan pengabdiannya itu. Sebab, orang yang mengabdi Tuhan harus mengorbankan banyak hal (tenaga, waktu, pikiran, dan sebagainya), sehingga ia tidak dapat hidup seperti orang kebanyakan. Pengorbanan itu juga bisa membuat orang dirasa kurang memperhatikan kehidupannya sendiri dan keluarganya. Di tengah-tengah masyarakat yang mementingkan kebahagiaan yang bersifat duniawi, pengabdian kepada Tuhan sering dianggap sebagai kerugian dan kebodohan, sehingga orang yang mengabdi Tuhan justru harus menghadapi penghinaan. Orang yang berniat mengabdi Tuhan harus siap menghadapi kemungkinan seperti ini dan tidak perlu heran ketika harus menghadapinya.

Sebaliknya, ketika menghadapi segala macam kesulitan itu, “Hendaklah engkau tetap setia kepada Tuhan dan jangan berpaling dari-Nya, supaya engkau bahagia pada akhir hidupmu.” Orang yang mengabdi Tuhan memikirkan kehendak Tuhan dan melakukan apa yang berkenan kepada-Nya. Ia berlaku seperti seorang hamba yang melakukan apa yang dikehendaki tuannya karena ingin menyenangkan dia. Untuk melakukan kehendak Tuhan, seorang abdi harus berjuang dan bekerja keras. Tidak ada orang yang dapat mengabdi Tuhan hanya dengan diam tanpa melakukan apa-apa.

Karena itulah seorang abdi Tuhan harus menghadapi berbagai kesulitan, misalnya penghinaan. Mereka yang tidak tahan akan mundur dan meninggalkan niatnya. Namun, Sirakh mengingatkan, “Terimalah apa saja yang menimpa dirimu dan hendaklah sabar kapan saja engkau dihina. Sebab emas diuji dalam api, dan orang yang dikasihi Tuhan diuji dalam api penghinaan.” Segala kesulitan, termasuk penghinaan yang mereka hadapi, justru menjadi sarana untuk mendidik. Kesungguhan mereka dalam mengabdi Tuhan dilatih dan diuji ketika harus menghadapi berbagai kesulitan.

Walaupun demikian, “Percayalah kepada Tuhan, maka Ia akan menolong engkau. Luruskanlah jalan hidupmu dan berharaplah pada-Nya.” Tuhan tidak akan membiarkan orang yang mengabdi-Nya berjuang sendirian. Karena pengabdian orang itu adalah untuk Tuhan, selayaknya ia hanya berharap kepada-Nya. Tuhan akan menyertai orang-orang yang berbakti kepada-Nya dengan sungguh-sungguh. Tuhan akan menolongnya dan memberikan apa yang diperlukan untuk pengabdiannya itu.