Kekanak-kanakan Tidak Mengenal Usia

Rabu, 18 September 2019 – Hari Biasa Pekan XXIV

143

Lukas 7:31-35

Kata Yesus: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.

Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.”

***

Injil hari ini mengungkapkan kejengkelan Yesus terhadap orang-orang sezaman-Nya. Ia menggambarkan mereka seperti anak-anak yang ada di pasar. Anak-anak pada umumnya terlihat imut, lucu, dan lugu. Kepolosan mereka bahkan pernah digunakan Yesus sebagai gambaran akan seperti apa kita di hadapan Allah. Akan tetapi, ada juga sisi lain dari anak-anak. Mereka bisa saja menjadi manja, rewel, menuntut macam-macam, bahkan mengamuk. Mereka tidak mau peduli dengan keadaan sekitar. Inilah sisi lain dari anak-anak sebagai gambaran dari orang yang belum dewasa dan belum matang.

Ketika Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan dengan tidak makan roti dan minum anggur, mereka menganggapnya kerasukan setan. Ketika Yesus datang dan makan minum bersama dengan orang berdosa, mereka menuduh-Nya terlalu lunak dan tidak tegas kepada orang berdosa. Di mana letak kesalahan Yohanes, di mana letak kesalahan Yesus? Tidak ada yang salah. Orang-orang itu hanya memilih untuk mendengarkan apa yang ingin mereka dengarkan.

Sama seperti keponakan saya yang masih kecil. Ketika ibunya meminta dia untuk membereskan mainan, ia tidak peduli. Hari berikutnya, tanpa disuruh sang ibu, anak ini sudah merapikan mainnya. “Wah, mukjizat,” pikir ibunya. Setelah ditanya, ternyata ia melakukan itu karena disuruh gurunya.

Itulah sifat kekanak-kanakan. Orang tiba-tiba menjadi tuli ketika dikritik dan diingatkan akan kekurangan mereka. Jadi, bagi orang-orang itu, baik Yohanes maupun Yesus tidak ada benarnya karena yang dilakukan Yohanes dan Yesus tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Kekanak-kanakan tidak mengenal usia. Kekanak-kananan adalah inkonsistensi, di mana pikiran dan sikap selalu berubah-ubah. Kekanak-kanakan adalah ketidaktahuan untuk mengendalikan diri, serta sikap tidak peduli dengan apa yang terjadi pada orang lain.

Inti dari sikap kekanak-kanakan adalah mentalitas bahwa dunia harus berputar di sekitar “aku.” Aku adalah poros dari segalanya. Akulah yang menentukan mana yang kuinginkan. Mentalitas ini kemudian membuka kemungkinan besar munculnya perasaan frustrasi dan putus asa. Bukankah sesungguhnya “aku” tidak selalu bisa menjadi bintang dan pusat dari segalanya? Bukankah aku selalu dibatasi oleh yang lain?