Menerima Rahmat Sukacita Injili

Sabtu, 5 Oktober 2019 – Hari Biasa Pekan XXVI

166

Lukas 10:17-24

Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga.”

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.”

Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”

***

Sukacita adalah salah satu tema kesukaan Lukas. Malaikat Gabriel mengawali Berita Gembira kepada Maria dengan salam sukacita. Bayi Yesus dalam rahim ibu-Nya membuat bayi Yohanes dalam rahim Elisabet melonjak kegirangan. Hanya dalam Injil Lukas, Maria bernyanyi. Sukacita mewarnai paduan suara malaikat dan para gembala di malam Natal. Ada sukacita saat Yesus singgah ke rumah Zakheus. Dalam bacaan Injil hari ini pun tema tersebut mencuat. Para murid dan Yesus sama-sama bersukacita.

Para murid bersukacita karena misi mereka sukses besar. Mereka melapor dengan gembira, “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Mereka memang pantas bergembira, sebab kelompok pengikut terdekat Yesus (kelompok dua belas) sebelumnya tidak mampu mengusir setan dari diri seorang anak (Luk. 9:37-41). Dalam istilah olahraga, klub cadangan malah lebih mampu dari klub inti! Yesus memahami dan berbagi kegembiraan dengan mereka. Ia tidak mencela atau menegur mereka.

Namun, Yesus menempatkan sukacita mereka dalam proyek Allah yang lebih luas, yakni kekalahan total setan karena Kerajaan Allah yang dihadirkan Yesus, yang segera akan memuncak pada salib. Keberhasilan misi para murid adalah pertanda kemenangan Kerajaan Allah atas kuasa setan. Dengan itu, Yesus sekaligus menjamin penyertaan-Nya atas misi para murid. Mereka diberi kuasa-Nya sendiri untuk mengalahkan setan dan pelbagai sarana Iblis yang menghalangi pemberitaan Injil. Ular, kalajengking, dan kekuatan musuh adalah simbol dan sarana yang dipakai Iblis untuk menghalangi dan melawan misi para murid Yesus.

Selanjutnya, Yesus menegaskan apa yang harus menjadi sumber sukacita yang sesungguhnya. Tentu keberhasilan misi dan penginjilan membuat para pewarta bersukacita. Namun, sukacita tertinggi berasal dari fakta bahwa “namamu ada terdaftar di surga.” Jadi, mereka harus bersukacita karena mereka selamat, dalam arti berada dalam kesatuan dengan Bapa di surga.

Pada akhirnya, sukacita Yesuslah yang harus menjadi model. Yesus bergembira dalam Roh Kudus. Tidak dikatakan bahwa Ia bergembira karena kesuksesan para murid-Nya. Yesus bersukacita dalam inti diri-Nya, dalam persatuan-Nya dengan Bapa. Itulah inti terdalam dari sukacita injili, yakni sukacita karena Roh yang berkarya di dalam diri kita. Sukacita ini pada dasarnya bersifat kreatif dan komunikatif: kreatif karena diciptakan dan lahir dari anugerah Roh Allah dalam diri kita; komunikatif karena pada akhirnya sukacita ini pasti terungkap dan menjangkiti sesama.

Jadi, sukacita injili adalah sekaligus anugerah Allah yang pada gilirannya harus diberikan serta diteruskan kepada sesama. Untuk dapat memberi dan menularkan sukacita tersebut, kita harus terlebih dahulu tahu dan layak menerima rahmat sukacita itu dari Allah sendiri.