Sukacita

Senin, 18 Januari 2021 – Hari Biasa Pekan II

97

Markus 2:18-22

Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”

***

Dalam salah satu misa harian yang dipimpinnya, Paus Fransiskus berkata, “Seorang Kristen adalah seorang pria dan seorang wanita dengan sukacita. Sukacita merupakan karunia dari Tuhan. Ia mengisi kita dari dalam. Sukacita adalah seperti urapan Roh, juga merupakan kepastian bahwa Yesus bersama dengan kita dan dengan Bapa.” Perkataan Paus Fransiskus ini sejalan dengan sabda Yesus di atas.

Yesus menggunakan gambaran tentang mempelai laki-laki dan sahabat-sahabatnya untuk menyatakan bahwa para murid sedang bersukacita karena Ia berada di tengah mereka. Sungguh tidak tepat apabila mereka berpuasa saat itu. Jadi, Yesus berbicara tentang sikap berpuasa, bukannya melarang puasa.

Agar para pendengar lebih memahami maksud-Nya, Yesus menggunakan juga gambaran tentang kantong kulit dan anggur. Sikap dan kebiasaan baru mesti ditempatkan dalam cara pandang yang baru sebagaimana anggur baru diisikan ke dalam kantong yang baru. Tidak tepat dan tidak bijak kalau menilai sikap baru dengan cara pandang lama sebagaimana anggur baru diisikan ke dalam kantong tua. Kebaruan apa yang dibawa Yesus?

Kebaruan yang dibawa Yesus adalah sukacita. Ia menginginkan sukacita menjadi karakter murid-murid-Nya. Ia tidak menghendaki para murid-Nya bermuram durja. Sukacita seorang murid didasarkan pada iman bahwa Yesus bersamanya, bukan pada kesenangan atau harta benda. Jelas sukacita seorang murid Kristus bersifat rohani. Meskipun tidak menghapus tantangan dan masalah, sukacita ini membangkitkan harapan dan semangat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidup. Saudara-saudari yang terkasih, mari kita menjadi pribadi-pribadi yang dipenuhi dengan sukacita.