Hidup Damai dan Mengejar Kekudusan

Rabu, 3 Februari 2021 – Hari Biasa Pekan IV

127

Markus 6:1-6

Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

***

Penolakan memang menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi apabila penolakan tersebut berasal dari orang-orang dekat atau orang yang kita harapkan. Siapa pun tidak ingin ditolak. Hati manusia begitu rindu untuk dihargai dan diperlakukan sebagaimana mestinya.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini ditolak oleh orang-orang dari tempat asal-Nya. Mereka sungguh mengenal latar belakang dan kehidupan Yesus di Nazaret. Ketika Yesus tiba-tiba datang dengan hikmat yang menakjubkan, orang-orang itu tidak hanya heran, tetapi juga tidak percaya dengan kenyataan ini. Mereka kecewa dan menolak Dia. Karena itu, Yesus tidak banyak mengadakan mukjizat di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka.

Penolakan terjadi karena orang tidak mampu menerima kelebihan atau kekurangan orang lain. Di saat kita merasa diri lebih baik dari orang lain, muncul kecenderungan dalam diri kita untuk melakukan penolakan. Perlu kita sadari bahwa penolakan terhadap pihak lain yang didasari oleh ketidakmampuan menerima kelebihan mereka atau oleh rasa iri hati adalah sesuatu yang memalukan.

Surat kepada Orang Ibrani yang kita dengar hari ini sebagai bacaan pertama (Ibr. 12:4-7, 11-15) kiranya semakin meneguhkan sekaligus mengingatkan kita. Hidup orang beriman memang tidak pernah lepas dari penderitaan. Namun, di balik segala penderitaan, tersembunyi kasih agung Tuhan. Oleh karena itu, mari kita berusaha hidup damai dengan semua orang dan mengejar kekudusan. “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.”