Maria Diangkat ke Surga

Minggu, 15 Agustus 2021 – Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga

367

Wahyu 11:19a; 12:1, 3-6a, 10ab

Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di surga.

Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.

Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi.

Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.

Dan aku mendengar suara yang nyaring di surga berkata: “Sekarang telah tiba  keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya.”

***

Hari ini, tanggal 15 Agustus, segenap umat beriman merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Dogma ini ditetapkan oleh Paus Pius XII pada 1 November 1950. Akan tetapi, devosi ini telah berkembang jauh sebelumnya, berabad-abad lamanya, melintasi waktu. Salah satu jejak yang bisa dilihat adalah dalam lukisan karya El Greco berjudul “Maria Diangkat ke Surga” (1577) di Gereja Santo Dominikus di Toledo.

Lukisan tersebut menonjol karena memperlihatkan suasana yang jelas, serta mengungkapkan keagungan dan dinamika peristiwa. Warna-warna utama – merah, biru, serta cahaya kuning yang menyinari pakaian Maria – mengisi pusat gambar, yakni Maria dalam terang surgawi. Warna merah jambu, hijau, serta kuning pada pakaian para malaikat di atas dan para rasul di bawah (di sekitar peti jenazah yang kosong) menciptakan keseimbangan. Gambar ini menimbulkan kesan tiga dimensi, sehingga mata orang yang memandang serasa ditarik ke dalam peristiwa bagaikan seorang saksi (A. Heuken SJ, “Maria”, hlm. 58-59, Jakarta: CLC, 2009).

Maria – jiwa dan raganya – dekat dengan Allah. Inilah surga. Surga bukan “tempat di atas”, melainkan hubungan yang erat dengan sang Pencipta. Dialah yang menyempurnakan kita sesuai dengan rencana dasar-Nya, sesuai dengan yang dicita-citakan-Nya waktu menciptakan kita masing-masing. Keindahan ini sukar kita bayangkan. Hanya Maria yang telah mencapai tujuan yang ditetapkan-Nya; semua manusia yang lain masih berziarah kepada-Nya.

Dalam kitab Wahyu ada tertulis, “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.” Lalu tampaklah seekor naga merah yang besar sekali berkepala tujuh dengan sepuluh tanduk. Naga tersebut berdiri di depan perempuan yang akan melahirkan itu dengan maksud menelan anaknya begitu lahir.

Dalam visi penyusun kitab Wahyu, perempuan itu melambangkan umat Allah surgawi yang dalam peredaran waktu tumbuh dalam Gereja. Perempuan itu melahirkan Putra Allah, yakni Israel baru, yang dianiaya sejak awal sampai sekarang oleh berbagai kelompok jahat yang dilambangkan oleh naga berkepala tujuh.

Dalam kitab pertama (Kejadian), Hawa percaya kepada bujukan ular. Dalam kitab terakhir (Wahyu), Hawa yang kedua, yaitu Maria, diancam naga yang dahsyat, tetapi dilindungi Allah karena percaya kepada-Nya. Hawa adalah “ibu semua yang hidup yang kemudian mati lagi”, namun Maria adalah “ibu orang beriman yang dipanggil oleh Putranya supaya hidup selamanya”.