Covid-19 dan Berjaga-jaga

Kamis, 26 Agustus 2021 – Hari Biasa Pekan XXI

91

Matius 24:42-51

“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.

Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.”

“Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”

***

Nasihat untuk berjaga-jaga menjadi sangat relevan di tengah pandemi Covid-19. Berjaga-jaga berarti waspada. Bagaimana kita bisa mengusahakan kebiasaan baik untuk berjaga-jaga?

Dalam tradisi spiritualitas kristiani, kita mengenal sebuah kebiasaan baik yang disebut pemeriksaan batin. Pemeriksaan batin membantu kita untuk melihat gerak-gerak di dalam hati. Kita mencoba mencermati secara teratur bagaimana dinamika hidup kita. Kalau kita berbicara dengan teman dan merasa tidak enak atau jengkel, apa yang sebenarnya terjadi? Kalau kita membantu menyiapkan makanan untuk saudara-saudari yang sedang isoman dan merasa gembira, apa yang sebenarnya terjadi? Kita mencoba peka dan teliti melihat bagaimana Allah bekerja di dalam hidup kita. Kita dipanggil ke arah mana? Apakah kita dipanggil untuk melanjutkan dan mengembangkan yang sudah baik? Ataukah kita perlu bertobat dan meninggalkan yang tidak baik?

Berjaga-jaga berarti kita mau memperhatikan dan mendengarkan pendapat para ahli. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi salah satu sumber acuan yang bisa dipercaya. Namun, banyak orang tidak mau berjaga-jaga. Mereka acuh tak acuh pada anjuran para ahli, bahkan menuduh Covid-19 sebagai konspirasi. Yang perlu kita lakukan untuk menghadapi pandemi ini ternyata juga dinamis. Mula-mula kita diajak untuk menerapkan 3M (Mencuci tangan, Menjaga jarak, dan Menggunakan masker), yang kemudian berkembang menjadi 5M (ditambah Membatasi mobilitas dan Menghindari kerumunan). Perubahan-perubahan dan hal baru diterapkan karena para ahli berjaga-jaga, melihat, memeriksa, dan meneliti. Berjaga-jaga berarti menggunakan akal sehat, melihat berbagai sudut pandang, dan memohon rahmat agar kita menjadi bijaksana.

Kita diundang untuk berjaga-jaga, teliti melihat bagaimana dinamika hidup kita. Hidup tidak bisa dijalani secara otomatis, seolah-olah semuanya selalu baik-baik saja. Kita perlu melihat bagaimana Tuhan mengundang kita untuk berjuang bersama-Nya membawa hidup ke arah yang lebih baik. Di sisi lain, berjaga-jaga juga berarti proaktif, melihat segala sesuatu dengan cara Kristus memandang. Kita tidak boleh menjadi orang-orang reaktif, tukang kritik, dan tukang menyalahkan. Yesus itu seorang pemecah masalah. Alih-alih mengeluh, Ia mau mendengarkan, mau berdialog, mau bertindak, dan mau bekerja sama.

Marilah pada hari ini kita memohon rahmat agar tekun berjaga-jaga, memohon pula rahmat kebijaksanaan agar mampu melihat yang sungguh benar dalam hidup kita.