Sikap terhadap Harta Kekayaan

Sabtu, 6 November 2021 – Hari Minggu Biasa XXXI

461

Lukas 16:9-15

“Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”

***

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menarik tiga pelajaran penting bagi para murid-Nya dari perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur, yang telah kita dengarkan kemarin.

Pertama, para murid harus menggunakan harta kekayaan dengan bijak, tidak boleh menjadi hamba uang seperti orang Farisi. Mereka harus berbagi dan memberi upah dengan adil, sehingga harta kekayaan mereka dinikmati pula oleh orang-orang miskin. Harta kekayaan tidak boleh dijadikan sarana untuk memenuhi kepentingan pribadi saja. Dalam arti inilah para murid diminta untuk mengikat persahabatan dengan “Mamon yang tidak jujur”, yang dipahami sebagai kekayaan duniawi (bukan kekayaan yang diperoleh secara tidak jujur). Karena itu, mengikat persahabatan “dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur” berarti mempergunakan kekayaan duniawi untuk mendapatkan sahabat supaya kelak setelah berpulang, mereka diterima oleh sahabat-sahabat mereka di kediaman abadi Allah dan para kudus-Nya di surga.

Kedua, para murid diminta untuk setia. Jika para murid setia dalam urusan-urusan kecil, mereka akan setia juga dalam urusan-urusan besar. Jika mereka tidak benar dalam hal-hal kecil, yakni yang terkait dengan urusan-urusan duniawi, mereka akan tidak benar juga dalam hal-hal besar, yakni yang terkait dengan urusan-urusan rohani. Karena itu, jika mereka tidak setia dalam hal harta duniawi, kepada mereka tidak akan dipercayakan harta rohani. Dengan kata lain, jika mereka tidak dapat dipercaya dengan barang-barang duniawi, barang-barang itu tidak mereka gunakan untuk membangun Kerajaan Allah atau menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera, mereka tidak dapat dipercaya dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari itu, yakni untuk hidup selama-lamanya di hadapan Allah.

Ketiga, loyalitas dan devosi para murid kepada Allah tidak boleh terbagi. Mereka tidak bisa mengabdi kepada Allah dan Mamon sekaligus. Ada potensi konflik dalam hal kesetiaan jika seseorang mengabdi kepada dua tuan. Karena itu, Yesus meminta agar para murid-Nya memilih dan menempatkan di atas segalanya.

Tiga pelajaran penting tersebut juga ditujukan kepada kita, murid-murid Yesus masa kini. Semoga kita bisa menjadikannya sebagai pegangan dalam menggunakan harta duniawi kita, dan dalam menjalin relasi dengan Allah yang mengenal dan menilai apa yang ada dalam hati kita. Yang dipandang dan dihargai oleh Tuhan adalah niat hati kita, dan bukan apa yang terlihat benar di mata orang lain.