Jangan Menghakimi!

Senin, 14 Maret 2022 – Hari Biasa Pekan II Prapaskah

168

Lukas 6:36-38

“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”

“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”

***

Yesus mengingatkan para murid, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” Bapa di surga berbuat baik kepada semua orang, bahkan kepada orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan orang-orang jahat. Seperti Bapa murah hati demikianlah Yesus mengajak para pengikut-Nya untuk bermurah hati, yakni berbuat baik kepada semua orang, yang baik maupun yang jahat. Ketika seorang pengikut Yesus berbuat baik kepada orang lain, ia tidak perlu mengharapkan upah dari orang tersebut. Biarlah upah itu menjadi urusan Allah Bapa. Yang jelas, dengan mengikuti teladan Bapa, Allah yang Mahatinggi, orang menjadi anak-Nya.

Yesus juga mengingatkan agar para pengikut-Nya tidak menghakimi sesama. Menghakimi berarti menyatakan bahwa orang lain bersalah. Dalam hal ini, orang yang menghakimi melihat kata dan perilaku seseorang, menganalisisnya, dan akhirnya menyatakan bahwa orang itu bersalah. Bisa jadi ia juga langsung menjatuhkan hukuman: Karena bersalah, orang itu harus dijauhi. Apa yang menjadi dasar peringatan Yesus ini? Yakni supaya kita tidak dihakimi oleh Allah. Ia akan memperlakukan kita seperti kita memperlakukan sesama. Kalau kita menghakimi sesama, Allah pun akan menghakimi kita. Cara yang kita gunakan untuk menghakimi orang lain akan digunakan Allah untuk menghakimi kita.

Pada kesempatan lain, Yesus menyampaikan kiasan untuk menyatakan bahwa orang lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada kesalahannya sendiri. “Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?” (Luk. 6:41). Kiasan “selumbar” (serpihan kayu) dan “balok” membandingkan kesalahan orang lain yang sangat kecil terhadap kita dengan dosa kita yang sangat besar terhadap Allah. Mencari dan mengatakan kesalahan orang lain memang sangat mudah. Namun, Yesus mengingatkan agar para murid-Nya lebih banyak melihat diri sendiri dan menemukan kesalahan-kesalahan sendiri untuk memperbaikinya.

Kiasan itu disampaikan agar kita tidak menghakimi orang lain dan menyatakan dia bersalah, sebab kita sendiri memiliki kesalahan yang jauh lebih besar. Salah kalau kita menghakimi orang lain, sebab kita sendiri sering melakukan hal-hal yang lebih buruk daripada yang kita lihat dalam diri orang lain. Jika demikian, kita seperti mau mengeluarkan serpihan kayu dari mata orang lain, padahal di mata kita sendiri ada balok. Seharusnya, kita mengeluarkan balok itu dari mata kita, baru kita dapat melihat dengan jelas dan mampu mengeluarkan serpihan kayu yang ada di mata orang lain. Yesus mengingatkan kita agar lebih banyak mengoreksi diri kita sendiri dan memperbaikinya.