Menyesal Saja Tidak Cukup

Jumat, 15 April 2022 – Hari Jumat Agung

80

Ibrani 4:14-16; 5:7-9

Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.

***

Catatan redaksi: Renungan berikut berdasarkan pada bacaan Injil saat ibadat Jumat Agung, yakni Yoh. 18:1 – 19:42. Namun, karena teksnya sangat panjang, bacaan Kitab Suci yang ditampilkan di sini adalah teks bacaan kedua.

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya berada di sebuah taman di seberang Sungai Kidron, Yudas mendatangi mereka bersama dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah. Yesus sejak semula tahu apa yang akan menimpa diri-Nya, sehingga Ia tidak merasa heran melihat hal itu. Berbeda halnya dengan murid-murid-Nya. Mungkin saat itu mereka baru menyadari maksud Yesus ketika dalam perjamuan makan sebelumnya berkata, “Tidak semua kamu bersih” (Yoh. 13:11). Sekarang mereka tahu bahwa orang yang tidak bersih itu adalah Yudas.

Ketika Yesus hendak ditangkap oleh pasukan tersebut, tampillah Simon Petrus sambil menghunus pedang. Dengan pedang di tangan, ia memutuskan telinga kanan salah seorang hamba imam besar. Simon Petrus melakukan itu untuk membela Yesus, namun anehnya Yesus malah menegur dia. Yesus menyuruh murid-Nya itu untuk menyarungkan pedangnya. Alasan Yesus adalah Ia harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Nya, yaitu penderitaan di atas kayu salib.

Bagi Simon Petrus, berjuang dengan menggunakan pedang mungkin terasa lebih gagah. Ia rupanya lupa bahwa Yesus adalah Raja yang lemah lembut dan rendah hati. Alih-alih mengangkat senjata, Yesus siap sedia memanggul salib. Berbeda dengan sang Guru, Simon Petrus ternyata lebih siap menghunus pedang daripada memanggul salib. Ini tampak dalam peristiwa selanjutnya, di mana ia menyangkal Yesus sampai tiga kali. Simon Petrus yang awalnya tampil gagah berani dan penuh percaya diri ternyata lalu dikuasai oleh ketakutan, sehingga bersikap layaknya seorang pengecut. Namun, berbeda dengan Yudas Iskariot, Simon Petrus pada akhirnya berusaha memperbaiki diri dengan berusaha menjadi murid Yesus yang sejati. Karena itu, kesalahannya kemudian diampuni dan ia pun dipulihkan oleh Yesus.

Kita semua tentu pernah jatuh dalam dosa. Apa yang terjadi pada Simon Petrus menunjukkan kepada kita bahwa menyesali dosa saja tidak cukup. Selain menyesali dosa-dosa kita, kita diajak pula untuk senantiasa memperbaiki diri demi hidup yang lebih baik lagi di mata Tuhan.