Allah yang Kita Mengerti

Selasa, 14 Juni 2022 – Hari Biasa Pekan XI

131

Matius 5:43-48

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

***

Yesus hari ini bersabda bahwa Bapa di surga “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik”.

Sesungguhnya banyak hal dapat kita pelajari dari kehidupan ini. Itulah sebabnya, sebelum agama-agama besar menyebar, komunitas manusia telah menghidupi spiritualitas. Matahari adalah salah satu sumber pelajaran bagi manusia tentang kebaikan Allah kepada semua ciptaan. Allah tidak menyediakan matahari hanya untuk orang baik, ras tertentu, atau kelompok tertentu, tetapi untuk semua!

Menurut Yuval Noah Harari (Sapiens, 2014), manusia telah mengalami revolusi kognitif 70 ribu tahun yang lalu. Ini merupakan tahap aktivitas mental yang membuat manusia mampu menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa atau suatu objek, sehingga mendapatkan pengetahuan setelahnya.

Matahari hanyalah salah satu ciptaan yang darinya kita bisa belajar untuk mengasihi. Di bagian lain, Yesus juga mengajak kita untuk belajar pada bunga bakung, burung pipit, pohon sesawi, seorang penabur, dan sebagainya. Dalam kehidupan ini, segala sesuatu bisa menjadi sarana bagi kita untuk mempelajari kebijaksanaan hidup. Dari keanekaragaman hayati di Indonesia, misalnya. Ada pohon beringin, angsana, trembesi, ulin, merbau, mahoni, meranti, dan sebagainya. Dari situ kita bisa belajar untuk menghargai perbedaan. Pohon angsana tidak boleh merasa lebih berharga dari pohon mahoni; pohon beringin tidak boleh bermegah diri melihat pohon merbau. Masing-masing mengisi peran yang berbeda satu dengan yang lain. Ketika keragaman diganti dengan keseragaman, di situlah malapetaka akan terjadi.

Saya bersyukur menjadi orang yang menerima ajaran kasih dari Yesus Kristus. Semangat kasih merupakan ajaran Yesus yang menantang kita untuk memuliakan kehidupan dengan segala latar belakangnya. Kutipan sabda Tuhan di awal tulisan ini menjadi inspirasi dan memberikan kekuatan untuk dipraktikkan dalam kehidupan.

Pada tahun 2022 ini, Keuskupan Agung Jakarta mengajak seluruh umat Katolik untuk memuliakan peradaban dengan menghormati martabat manusia. Hanya orang memiliki perspektif positif akan kehidupan ini yang mampu menghormati martabat manusia.