Allah yang Personal

Kamis, 16 Juni 2022 – Hari Biasa Pekan XI

141

Matius 6:7-15

“Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

***

Sirakh dalam bacaan pertama hari ini (Sir. 48:1-14) berbicara tentang Nabi Elia. Dikatakan bahwa Nabi Elia tampil bagaikan api, perkataannya membakar laksana obor. Elia dengan ini menampilkan gambaran Allah yang membuat manusia gentar, yang menurut istilah Rudolf Otto: Tremendum et fascinosum. Manusia menjadi gentar dan takut kepada-Nya. Allah dalam pengalaman Elia adalah Allah yang impersonal.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengajarkan doa Bapa Kami. Sebutan “Bapa” merupakan relasi personal yang dialami oleh setiap orang karena semua orang lahir dan hidup dalam keluarga. Oleh karena itu, doa yang diajarkan Yesus ini langsung menyentuh pengalaman setiap orang. Ini adalah kerinduan setiap orang untuk dekat dengan Allah, sedekat yang mampu kita upayakan. Melalui doa ini, setiap murid Yesus dapat bercengkerama secara akrab dengan Bapa. Allah adalah Bapa bagi Yesus yang berbagi keputraan-Nya dengan kita. Oleh karena itu, dalam Gereja kita dijadikan “anak-anak di dalam Putra” melalui baptisan. Sebutan ini bisa memiliki peran rohani meneguhkan atau menyembuhkan. Meneguhkan bila kita yang memiliki ayah yang baik; menyembuhkan apabila kita yang memiliki ayah yang tidak terpuji.

Doa Bapa Kami merupakan contoh doa yang utuh dan padat, terdiri dari tujuh permohonan yang dapat dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah bagian Allah, sedangkan yang kedua adalah bagian kita. Tidak ada doa lain yang sesempurna ini dan yang begitu memadai seperti doa ini.

Bagian Allah berpusat pada “nama-Mu”, “kerajaan-Mu”, dan “kehendak-Mu”. Bagian kedua yang berbicara tentang kita dan kebutuhan kita berpusat pada “berilah kami”, “ampunilah kami”, “janganlah masukkan kami”, dan “bebaskanlah kami”. Urutan ini penting karena berbeda dengan doa-doa kita yang pada umumnya memiliki struktur terbalik. Kalau kita berdoa secara spontan, biasanya kita memulai dengan permohonan-permohonan atau dengan masalah-masalah yang kita alami, tetapi lupa untuk memuji dan memuliakan Allah.

Yesus dengan doa Bapa Kami menunjukkan kepada kita agar jangan mementingkan diri sendiri dalam berdoa. Kita seharusnya memusatkan diri kepada Allah, bukan karena Allah membutuhkan pujian kita, melainkan karena Dia adalah Allah, sementara kita adalah ciptaan-Nya.