Hilang, Ditemukan, dan Bersukacita

Minggu, 11 September 2022 – Hari Minggu Biasa XXIV

117

Lukas 15:1-32

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

***

Ada tiga perumpamaan yang ditampilkan dalam bacaan Injil hari ini, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang, tentang dirham yang hilang, dan tentang anak yang hilang. Unsur yang sama dari ketiga perumpamaan itu adalah: Ada yang hilang, yang kemudian ditemukan kembali, disusul dengan ajakan untuk bersukacita dan bergembira. Perumpamaan-perumpamaan ini disampaikan oleh Yesus untuk menanggapi sikap kaum Farisi yang bersungut-sungut melihat Yesus menerima orang-orang berdosa dan bahkan makan bersama dengan mereka.

Manusia adalah citra Allah yang dikaruniai akal budi dan kebebasan. Namun, dengan akal budi dan kebebasannya, manusia jatuh ke dalam dosa. Manusia menjauh dari Allah dan hilang. Di lain pihak, Allah adalah kasih. Ia berkehendak menyelamatkan dan merengkuh kembali manusia. Ia terus mencari manusia yang hilang sampai ditemukan kembali. Sikap Allah yang penuh kasih dan mencari yang hilang ini juga menjadi tugas panggilan kita. Keselamatan harus ditularkan kepada semakin banyak orang. Kita diajak untuk menjadi rekan kerja Allah dalam mencari mereka yang hilang.

Ada kalanya kita berada pada posisi anak bungsu, yakni menjadi anak yang hilang itu sendiri. Si bungsu tidak melakukan kejahatan-kejahatan besar seperti merampok, menyakiti, atau membunuh. Ia sekadar menjauhi dan tidak mau peduli dengan bapanya. Ia ingin bebas, tidak ingin terikat oleh (aturan) sang bapa. Ia bersikap semaunya sendiri, mencari kesenangan sesuka hati. Itulah situasi kita sebagai anak yang hilang. Kita menjauh dari Allah, tidak mau peduli dengan-Nya, tidak mau mengindahkan sabda-Nya, serta hidup seturut keinginan dan kemauan kita sendiri.

Bertobat artinya mau berbalik kembali kepada Allah, mau mendekatkan diri kembali kepada-Nya. Dengan itu, orang akan kembali mengalami keselamatan. Keselamatan adalah sumber kegembiraan dan sumber sukacita. Kegembiraan dan sukacita tidak cukup kalau hanya dimiliki sendiri. Ini harus dibagikan kepada sesama. Karenanya, kebaikan yang dialami oleh orang lain seharusnya menjadi kegembiraan dan kebahagiaan kita juga.