Bersukacitalah Bersama Aku

Kamis, 3 November 2022 – Hari Biasa Pekan XXXI

89

Lukas 15:1-10

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

***

Paus Fransiskus menegaskan bahwa langkah pertama dan terutama untuk dapat mengalami sukacita adalah dengan mengenali mereka yang membutuhkan belas kasihan. Ia berkata, “Yesus datang bagi kita ketika kita menyadari bahwa kita adalah orang yang berdosa. Caranya cukup dengan tidak meniru orang Farisi yang berdoa di Bait Allah seraya mengucap syukur kepada Tuhan karena dirinya tidak seperti orang lain yang berdosa. Jika kita seperti orang Farisi, jika kita meyakini sebagai orang-orang yang benar, kita tidak akan pernah mengenali hati Tuhan yang penuh kasih, dan kita tidak akan pernah memiliki sukacita yang adalah buah dari belas kasihan tersebut.”

Dikatakan pula, “Orang yang terbiasa menghakimi orang lain merasa diri pada posisi yang benar, menganggap diri paling benar, serta tidak merasa membutuhkan rangkulan dan pengampunan. Mungkin ada juga yang telah sadar, tetapi berpikir bahwa sudah terlambat untuk berbalik arah karena sudah terlalu jauh melangkah di jalan yang salah.”

Bapa Suci kemudian berpesan, “Marilah kita kembali kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah lelah memaafkan, tidak akan pernah! Justru kitalah yang kerap kali lelah memohon ampun. Oleh karena itu, marilah kita memohon karunia supaya tidak pernah lelah dan bosan meminta pengampunan dosa, sebab Tuhan tidak akan pernah lelah untuk memaafkan.”