Damai dan Kebaikan Itu Sederhana

Selasa, 6 Juni 2023 – Hari Biasa Pekan IX

78

Markus 12:13-17

Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!” Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.

***

Dalam spiritualitas Ignasian sangat ditekankan keakraban seseorang dengan dunia batinnya sendiri. Ini diistilahkan sebagai “ruang interioritas”. Semakin seseorang dekat dengan dirinya, berbicara dengan dirinya, dan sampai pada kesadaran dalam terang Roh Kudus, semakin ia dapat mengalami kedamaian dan ketenangan batin. Sebaliknya, semakin seseorang jauh dari dirinya, dari gerakan batinnya, semakin ia sulit menemukan keteduhan dan kesejukan hidup.

Dunia interior berkaitan erat dengan dunia eksterior, yakni dunia di sekitar kita, tempat kita hidup. Jika kita damai dengan diri kita, dengan diri orang lain pun kita akan lebih mungkin merasakan kedamaian. Akan tetapi, bila kita sulit menemukan kedamaian dalam diri kita, kita juga akan sulit menemukannya di dunia sekitar kita. Hal itu tampak dalam diri orang yang sulit berkomunitas dan hidup bersama orang lain. Di sana akan banyak terdapat perselisihan, iri hati, kecemburuan, bahkan pertengkaran. Ketika orang begitu gampang menyulitkan sesama, akar masalahnya sebenarnya adalah dirinya sendiri.

Itulah yang kita saksikan hari ini dalam diri lawan-lawan Yesus. Mereka datang kepada Yesus hanya untuk mencobai Dia. Alih-alih mengusahakan persahabatan dan kedamaian, mereka lebih suka menyulitkan dan menyusahkan hidup orang lain.

Kita pun bisa jatuh pada sikap yang sama kalau kita selalu merasa diri benar dan yang paling benar. Akibatnya, kita miskin dalam pergaulan dengan orang lain dan dengan diri kita sendiri. Kedangkalan relasi dengan diri sendiri adalah pangkal kedangkalan relasi dengan orang lain dan dengan dunia sekitar kita. Mari kita mengusahakan hidup yang rendah hati dan sederhana, sebab damai dan kebaikan itu sejatinya sederhana.