Dari Kekurangan Menjadi Kelimpahan

Senin, 7 Agustus 2023 – Hari Biasa Pekan XVIII

77

Matius 14:13-21

Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.

Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.” Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.

***

Lima roti dan dua ikan sekilas tidak berarti apa-apa, sebab orang yang harus diberi makan jumlahnya lebih dari lima ribu orang. Namun, bagi Yesus, yang sedikit itu sudah cukup. Ia menengadah ke langit, mensyukuri anugerah tersebut, dan dampaknya sungguh luar biasa. Lima roti yang dipecah-pecah oleh-Nya seperti tidak ada habisnya. Orang banyak itu akhirnya bisa makan sampai kenyang, bahkan masih tersisa begitu banyak roti, tepatnya dua belas bakul penuh. Rasa syukur telah mengubah kekurangan menjadi kelimpahan!  

Kisah mukjizat penggandaan roti ini oleh Matius disajikan untuk mengajar jemaat tentang makna perayaan Ekaristi sebagai ungkapan syukur atas penebusan yang mereka alami. Kerajaan Surga yang diwartakan Yesus sudah tiba. Tandanya adalah roti yang melimpah, yang mereka santap bersama dalam Ekaristi. Dengan merayakan Ekaristi, jemaat berarti ambil bagian dalam kebahagiaan kekal bersama Bapa, seperti yang telah dijanjikan Yesus.

Gagasan tersebut mendapat tantangan pada masa kini, sebab dalam kenyataan, sekarang ini banyak orang hidup dalam kekurangan. Dunia sedang suram. Krisis pangan global mengancam berbagai negara akibat persediaan bahan pangan yang terbatas dan harga-harga yang terus meningkat. Akibatnya, semakin banyak orang miskin yang tidak bisa makan.

Mengingat situasi tersebut, aktualitas mukjizat penggandaan roti dan perayaan Ekaristi lalu banyak dipertanyakan. Seorang teolog memberikan jawabannya, “Ekaristi mengingatkan kita bahwa dunia sekarang ini masih berada dalam keadaan yang lain daripada yang dirayakan dalam Ekaristi.” Artinya, Ekaristi justru mendorong kita untuk berusaha sedapat mungkin mewujudkan keselamatan dan kelimpahan yang dirayakan dalam peristiwa itu. Bagi para pemimpin negara, hal ini terutama sangat aktual. Berhadapan dengan rakyat yang membutuhkan pangan, hendaknya mereka berusaha sepenuh hati memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar itu. Sikap Yesus yang bertanggung jawab mesti diteladani, bukan malah mengikuti ide para murid yang mengusulkan agar orang banyak itu disuruh pergi saja.